JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berbicara tentang pentingnya peranan perempuan dalam sebuah negara.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam sambutannya di acara Laporan Pertanggungjawaban Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Mahfud mengakui salah satu cara negara untuk melindungi perempuan adalah dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang hingga saat ini tertunda.
Pengesahan RUU tersebut dinilainya sebagai jalan keluar untuk perlindungan perempuan.
"Pengesahan RUU PKS akan memberikan jalan keluar untuk perlindungan perempuan sekaligus menjawab rasa keadilan yang didambakan masyarakat," ujar Mahfud MD.
Baca juga: Bandingkan dengan Jepang, Mahfud MD Sebut Peran Perempuan Indonesia Lebih Baik
Pemerintah mendorong penuh agar RUU PKS disahkan demi menghilangkan segala bentuk kekerasan yang ditujukan terhadap perempuan.
RUU tersebut diharapkan bisa memutus diskriminasi terhadap perempuan karena RUU itu bisa mencegah kekerasan seksual, menindak pelaku kekerasan seksual, memulihkan korban, serta meletakkan kewajiban negara untuk melakukan penghapusan kekerasan seksual.
"Fakta sosial yang melatarbelakangi pengesahan RUU PKS adalah adanya urgensi dari kasus kekerasan seksual, yang sangat tinggi," ucap Mahfud.
"Setiap 30 menit, di Indonesia terdapat dua kasus kekerasan seksual dan dampaknya terhadap korban cukup serius," kata dia.
Tak ada sturan hukum yang diskriminasi perempuan
Mahfud MD tak memungkiri bahwa saat ini perempuan kerap mengalami kekerasan dan tindakan diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun, hal itu tidak disebabkan oleh kebijakan pemerintah maupun peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Menyitir Hadits Nabi, Mahfud MD Sebut Perempuan adalah Tiang Negara
Menurut Mahfud, dalam kehidupan bernegara pemerintah tidak membuat kebijakan yang mendiskriminasi perempuan.
"Dalam kehidupan bermasyarakat sering dijumpai tindak kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan," ujar Mahfud.
"Kalau dalam kehidupan bernegara tidak ada diskriminasi, artinya dalam aturan-aturan hukum dan tindakan serta sikap pemerintah terhadap kaum perempuan," terang Mahfud.
Mahfud mengatakan, saat ini budaya partriarki masih menjadi persoalan di tengah masyarakat.
Budaya tersebut menganggap perempuan berada di posisi yang tak setara dengan laki-laki.
Oleh karena itu, kata Mahfud, isu perlindungan perempuan menjadi salah satu bagian penting dalam sektor keamanan.
Perempuan adalah tiang negara
Mahfud juga mengutip hadits nabi yang menyebutkan bahwa perempuan adalah tiangnya negara.
Oleh karena itu, kata dia, seluruh pihak harus mendukung segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
"Kata hadits Nabi, Al-mar'atu imadul bilad, perempuan itu tiangnya negara. Itu hadits," kata Mahfud.
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan di Era Digital Semakin Kompleks
Oleh karena itu, kata Mahfud, apabila sebuah negara baik maka ini berkat peran baik perempuan pada umumnya.
Perempuan, kata dia, merupakan ibu bangsa yang harus melahirkan generasi bermutu.
"Sehingga mereka harus mendapat perlindungan secara hukum," kata dia.
Dibandingkan Jepang, perempuan Indonesia lebih baik
Di Indonesia, Mahfud menilai bahwa peranan perempuan sudah sangat terbuka.
Jika dibandingkan dengan Jepang, kata Mahfud, peran perempuan Indonesia sudah jauh lebih baik.
"Peran perempuan di Indonesia itu sudah sangat terbuka. Dibandingkan Jepang, Indonesia sudah jauh," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, di Jepang, hampir tidak ada politisi perempuan, baik di parlemen maupun lembaga negara.
Pasalnya, di Jepang yang masih terdapat kesenjangan gender.
Baca juga: Hadapi Indonesia Emas 2045, Menteri PPPA Sebut Tantangan Perempuan Semakin Kompleks
Sementara, beberapa negara lain seperti Afrika, kata dia, ada yang terpaksa menerapkan politik afirmasi untuk memasukkan peranan perempuan di parlemen atau pemerintahan.
Politik afrimasi yang dimaksud adalah memperlakukan tidak adil agar tercapai keadilan. Sebab apabila dilakukan adil, maka justru keadilan tersebut tidak akan pernah tercapai.
Menurut Mahfud, politik afirmasi di Indonesia hanya dilakukan dalam Undang-Undang (UU) Pemilu Legislatif tahun 2008, yakni hanya memberi jatah 1 dari 3 calon legislatif yang harus perempuan.
"Tapi di Indonesia, kita sudah punya Presiden, beberapa Gubernur dan Bupati perempuan. Tingkat emansipasinya sebenarnya cukup maju tanpa afirmasi," kata dia.
"Tapi tanpa itu pun sebenarnya, sejak awal negara ini akan merdeka (perempuan) sudah aktif di dalam politik. Jadi misal kalau itu tidak diafirmasi, tidak didorong dengan sebuah kebijakan, agar anda dapat jatah kursi tertentu, kalau diadu akan kalah terus dengan laki-laki," ucap Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.