Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangnya Operasi Tangkap Tangan Setelah UU KPK Berlaku

Kompas.com - 19/12/2019, 07:14 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bulan sudah berlalu sejak Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berlaku pada 17 Oktober 2019 lalu.

Sudah dua bulan pula Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menggelar operasi tangkap tangan, sebuah operasi penangkapan pelaku korupsi yang sebelumnya lazim dilakukan KPK

Berdasarkan catatan Kompas.com, OTT terakhir yang dilakukan KPK terjadi pada 15-16 Oktober 2019, sehari sebelum UU KPK hasil revisi berlaku.

Ketika itu, KPK menangkap Wali Kota Medan Dzulmi Edlin usai memergoki ajudan Dzulmi menerima uang dari Kepala Dinas PUPR Medan.

Hari itu juga terbilang menjadi hari yang sibuk bagi KPK karena sehari sebelumnya, 15 Oktober 2019, KPK juga menangkap-tangan Bupati Indramayu Supendi.

Baca juga: Ketua KPK Ungkap Penyebab Belum Adanya OTT, Bukan karena UU KPK

Setelah dua OTT beruntun tersebut, KPK belum lagi mengadakan OTT yang selama ini kerap menggemparkan publik.

Kekhawatiran akan tidak ada OTT sebetulnya sudah didengungkan sejak revisi UU KPK masih bergulir di DPR.

Sebab, revisi UU KPK memangkas kewenangan penyadapan yang menjadi salah satu pintu bagi KPK untuk menyadap seseorang

Pasal 12 B Ayat (1) UU KPK yang baru mengatur bahwa penyadapan mesti dilakukan seizin Dewan Pengawas KPK.

Sedangkan, Pasal 12 B Ayat (4) UU tersebut mengatur bahwa Dewan Pengawas diberikan waktu 1x24 jam untuk memberikan izin tertulis untuk menyadap.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, ketentuan itu akan memperlambat kerja KPK dan bisa jadi akan kehilangan momentum untuk menangkap pelaku suap.

Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Gelar 87 OTT dan Jerat 327 Tersangka

Selain itu, penyadapan KPK bisa batal dilakukan jika Dewan Pengawas tidak memberikan izin.

"Akibatnya, kerja penegakan hukum KPK akan turun drastis," kata Donal, Sabtu (14/9/2019).

Bukan Karena UU Baru

Kendati demikian, berlakunya UU KPK hasil revisi mestinya tidak menjadi alasan berhentinya OTT.

Sebab, Pasal 69D UU tersebut mengatur bahwa sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan UU yang lama.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan hal ini. Menurut dia, penyadapan masih terus dilakukan meskipun KPK belum juga menggelar operasi tangkap tangan.

"Ada 200-300 nomor masih kita sadap ya. Kalau kenapa semenjak undang-undang baru itu belum ada (OTT)? Ya memang belum dapat, penyadapan jalan terus, ada 300-an nomor kita sadap," kata Alex di Gedung ACLC KPK, Kamis (18/12/2019) kemarin.

Baca juga: KPK Belum Lakukan OTT Pasca-UU Baru Berlaku, Ini Kata Saut Situmorang

Alex menuturkan, penyadapan yang dilakukan KPK terhadap ratusan nomor tersebut sudah berjalan sejak 6-8 bulan yang lalu.

Namun, ia tidak memungkiri bahwa ada juga beberapa nomor yang baru disadap dalam sebulan terakhir menyusul laporan masyarakat yang baru masuk ke KPK.

"Undang-undang yang baru enggak ada halangan kita untuk melakukan penyadapan. Hanya nanti kalau setelah ada dewas kan harus persetujuan, sekarang belum ada. Ya sudah pimpinan tanda-tangan lanjutkan, enggak ada urusannya," ujar Alex.

Ketua KPK Agus Rahardjo menambahkan, operasi tangkap tangan harus didasari pada petunjuk-petunjuk yang matang.

 

Baca juga: Tanggapi Tito, KPK Sebut OTT Bukti Banyaknya Kepala Daerah yang Korupsi

Menurut Agus, saat ini KPK belum mengantongi petunjuk yang dapat membawa mereka ke operasi tangkap tangan.

"Kalau undang-undang-nya kan masih memungkinkan (OTT), apalagi masa transisinya kan dua tahun. Sebenarnya kalau kemarin ada yang matang ya bisa saja tapi kemarin enggak ada yang matang," ujar Agus.

Agus menambahkan, terdapat pula masalah teknis yang menyebabkan KPK sempat tak bisa menyadap. Masalah itu, kata Agus, bertepatan dengan waktu berlakunya UU KPK.

"Begitu ganti server sekitar seminggu dua minggu, kemudian kita boleh dikatakan monitoring terhadap sprindap (surat perintah penyadap)-nya tidak efektif," kata Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com