Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Baleg DPR: Hukuman Mati Tak Berkorelasi dengan Penurunan Korupsi

Kompas.com - 15/12/2019, 13:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pemberantasan korupsi tak hanya bergantung pada pemidanaan. Menurut dia, pemberantasan korupsi juga harus berbicara pada upaya pencegahan.

Hal itu menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

"Saya tidak ingin melihat bahwa konsep pemberantasan tindak pidana korupsi itu hanya bergantung pada jenis pemidanaan. Karena kalau kita melihat itu saja, pemberantasan korupsi hanya melihat dalam arti kata sempit," kata Supratman dalam diskusi bertajuk Koruptor Dihukum Mati, Retorika Jokowi? Di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).

Baca juga: Soal Wacana Hukuman Mati Koruptor, Saut Situmorang: Jangan Terjebak pada Retorika

Misalnya saja, kata Supratman, orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bisa tersenyum saat sudah memakai rompi tahanan KPK.

Hal itu menandakan bahwa upaya labelisasi melalui rompi tahanan belum cukup.

"Karena itu menurut saya yang paling penting dilihat Pemerintah, DPR dan seluruh pihak termasuk KPK adalah pendidikan karakter. Kenapa? Di negara-negara Skandinavia paling penting pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan orang cerdas. Tapi yang ditekankan di sana sejak usia dini adalah bagaimana anak itu bisa dibekali nilai-nilai antikorupsi," papar dia.

Baca juga: KPK dan LIPI Usulkan Besaran Dana Parpol Senilai Rp 8.461 per Suara

Contoh lainnya, kata Supratman, merujuk pada upaya KPK mendorong peningkatan bantuan anggaran dari negara untuk menunjang proses kaderisasi di partai politik.

Menurut politisi dari Partai Gerindra itu, peningkatan dana bantuan parpol juga mampu mendorong partai menghasilkan kader-kader yang berintegritas dan menekan risiko korupsi politik.

"Karena ketika saya berkunjung ke beberapa negara seperti Jepang, di Amerika Selatan itu variannya berbeda seperti 60 persen hingga 100 persen. Tapi menurut saya langkah seperti ini perlu diambil," ungkapnya.

Ia menegaskan, bahwa korupsi merupakan persoalan luar biasa. Sehingga memerlukan upaya luar biasa dari semua pihak untuk memberantasnya.

"Kalau hanya dibebankan KPK, saya bilang, sampai kiamat pun KPK enggak bisa bergerak sendiri. Kenapa? KPK hanya salah satu unsur dari pemberantasan korupsi. Kita juga harus melihat sinergitas Kepolisian, Kejaksaan itu juga diperhatikan dalam sisi penindakan. Belum lagi upaya pencegahannya, nah itu juga menjadi upaya kita semua," ujarnya.

"Saya bukan anti hukuman mati, tidak. Tapi dari pengalaman negara-negara lain, bahwa ternyata penjatuhan hukuman berat seperti hukuman mati itu juga tidak ada korelasinya terhadap penurunan angka korupsi," lanjut Supratman.

Baca juga: Jokowi Sebut Hukuman Mati bagi Koruptor Dapat Diterapkan, jika... 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com