JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, wacana amendemen terhadap UUD 1945 seharusnya membahas Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN).
Fadli menegaskan jika amendemen bukan untuk merubah masa jabatan Presiden.
Hal ini disampaikannya menanggapi poin usulan amendemen dari berbagai parpol, salah satunya PDI-P.
"Setahu saya, yang dibicarakan itu hanya soal GBHN. Atau pokok dari halauan itu yang perlu diterjemahkan, yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga Presiden selaku eksekutif itu ada indikator-indikator keberhasilan atau kegagalannya. Atau hal yang sudah tecapai dan hal yang tidak tercapai," jelas Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (3/12/2019).
Baca juga: Di Hadapan MPR, MUI Usulkan Amendemen UUD 1945 Sebatas Hidupkan GBHN
"Jadi pembicaraan yang saya tahu soal itu. Bukan soal memperpanjang masa jabatan presiden," tegas Fadli.
Saat disinggung perihal parpol atau pihak yang hendak mencari muka dengan usulan perubahan masa jabatan Presiden, Fadli mengaku tidak tahu.
Dirinya hanya menegaskan, sebagai anggota legistatif sebaiknya memiliki tanggung jawab menjaga konstitusi yang sudah disepakati bersama.
Fadli menambahkan, dengan adanya pernyataan Presiden Joko Widodo yang tidak setuju dengan perubahan masa jabatan Presiden, merupakan tanda untuk menyudahi polemik ini.
Baca juga: Airlangga Hartarto: Tak Perlu Amendemen UUD 1945 dalam Waktu Dekat
Pembatasan masa jabatan Presiden selama dua periode menurut Fadli sejalan dengan komitmen demokrasi.
"Saya kira cukup. Dengan Presiden nyatakan itu saya kira sangat menjelaskan dan menenangkanlah bagi masyarakat kita yang memang sudah berkomitmen dengan demokrasi ini," tegas Fadli.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyesalkan wacana amendemen UUD 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang melebar dari persoalan haluan negara.
Baca juga: Pakar Usul Pemerintah Adakan Referendum Sebelum Amendemen UUD 1945
Padahal, sejak awal wacana amendemen ini muncul, Jokowi sudah mengingatkan agar tidak melebar.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, presiden 3 periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
"Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," kata dia.
Jokowi menegaskan, ia tidak setuju dengan usul jabatan presiden 3 periode.
Sebab, ia merupakan produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD, Pimpinan MPR: Nasdem Dorong Jabatan Presiden 3 Periode, PKB Dukung PBNU
Jokowi bahkan curiga kepada pihak yang mengusulkan jabatan presiden 3 periode itu.
"Kalau ada yang usulkan itu ada tiga (motif), menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi.
Sebagaimana diketahui, dalam rencana amendemen terbatas UUD 1945 terungkap berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan presiden.
Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode.
Ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.
Usul lain, masa jabatan presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.
Presiden Joko Widodo menolak wacana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 terkait penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Pernyataan keras presiden ini disampaikan Joko Widodo kepada media di Istana Kepresidenan.
Usulan masa jabatan presiden 3 periode dianggap Joko Widodo merupakan usulan yang menjerumuskan. Selain seolah menampar muka presiden juga menilai ada yang ingin mencari muka dengan memainkan isu ini.
Lantas siapa sebenarnya yang mengembuskan wacana masa jabatan presiden 3 periode. Kita ulas bersama dengan Sekretaris Fraksi Nasdem DPR RI Saan Mustopa dan Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira.
#PresidenJokoWidodo #MasaJabatanPresiden #Nasdem
Jangan lewatkan live streaming Kompas TV 24 jam non stop di https://www.kompas.tv/live. Supaya tidak ketinggalan berita-berita terkini, terlengkap, serta laporan langsung dari berbagai daerah di Indonesia, yuk subscribe channel youtube Kompas TV. Aktifkan juga lonceng supaya kamu dapat notifikasi kalau ada video baru.
Media social Kompas TV:
Facebook: https://www.facebook.com/KompasTV
Instagram: https://www.instagram.com/kompastv
Twitter: https://twitter.com/KompasTV
LINE: https://line.me/ti/p/%40KompasTV