Dengan begitu, Taufik berharap KKR dapat menjadi pemecah kebuntuan yang selama ini menghambat penuntasan kasus.
Baca juga: KKR Harus Jadi Ruang bagi Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu untuk Bicara
Harus diakui bahwa selama ini penuntasan kasus HAM selalu terhambat oleh dua aspek, yakni hukum dan politik.
"Pengungkapan kebenaran atas pelanggaran HAM masa lalu itu adalah bagian dari pembelajaran bangsa ini. Bukan sekadar kita ingin menuding seseorang, mau memidanakan seseorang. Tapi titik beratnya lebih pada pengungkapan kebenaran dan belajar dari kejadian kelam masa lalu," ujar Taufik.
Menurut Taufik, jika nanti terbentuk, KKR harus menjadi wadah bagi korban dan keluarganya untuk memberikan kesaksian atas apa yang mereka alami.
KKR juga dapat meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, misalnya Komnas HAM yang selama ini telah melakukan penyelidikan, maupun organisasi masyarakat sipil pegiat HAM.
Kemudian, KKR bisa melakukan verifikasi atau meminta keterangan terhadap terduga pelaku pelanggaran HAM.
Dengan demikian, kata Taufik, mekanisme pengungkapan kebenaran akan berjalan.
"Ketika ada dua versi, ya jadikan itu tetap dua versi, tidak apa-apa, tetapi tercatat oleh negara, kalau menurut versi korban seperti ini, menurut pelaku seperti ini," kata Taufik.
Ia menekankan, bagian terpenting dalam KKR adalah peran negara dalam mendokumentasikan keterangan dari korban dan terduga pelaku.
Artinya, pemerintah melegitimasi bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi bagian dari sejarah Bangsa Indonesia.
Baca juga: Kontras Berharap Komisioner KKR Nantinya Tak Punya Tendensi Politik
Di sisi lain, KKR juga mensyaratkan keaktifan pemerintah dalam mencari data-data yang selama ini sulit diakses oleh publik, misalnya terkait dokumen yang dimiliki oleh intelijen dan institusi militer.
"Data-data yang ada di intelijen atau di militer yang selama ini tidak mungkin diakses oleh publik, yang bisa mengakses siapa? Ya negara dengan kekuasaannya untuk minta. Kalau negara bisa mengakses data itu, bentangkan sebagai sebuah informasi. jadi gambaran mengenai kejadian itu bisa diketahui," ucap Taufik.
Tak miliki tendensi politik
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma berharap komisioner KKR nantinya diisi oleh orang yang tidak memiliki tendensi politik terhadap pelaku kejahatan HAM masa lalu.
Ia mengatakan, jabatan komisioner KKR harus diisi orang yang memiliki integritas, tidak berafiliasi terhadap partai politik, dan mempunyai kompetensi terhadap kasus HAM.
"Bisa diisi oleh orang yang selama ini tidak terlibat kejahatan HAM, tidak diduga bertanggungjawab atas suatu peristiwa, tidak punya tendensi politik terhadap pelaku," ujar Feri di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Baca juga: KKR Dihidupkan Lagi, Mahfud Pastikan Keluarga Korban Kasus HAM Dilibatkan
Menurut Feri, posisi komisioner dapat diisi oleh kalangan penggiat HAM, purnawirawan Polri yang fokus terhadap isu HAM, jurnalis, bahkan kelompok agamawan.
Baginya, yang terpenting dari wacana dibentuknya kembali KKR adalah pengungkapan kebenaran dari peristiwa masa lalu, termasuk perbaikan kondisi bagi keluarga korban, baik dalam bentuk restitusi, rehabilitasi, kompensasi, maupun jaminan pelanggaran HAM tidak terjadi kembali di masa depan.
"Yang paling penting itu keadilan agar proses hukum tetap jalan," kata Feri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.