Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Sebut Dirinya Tak Tepat Jadi Mendagri, Tito Karnavian: Saya Ikhlas Bekerja..

Kompas.com - 25/11/2019, 16:00 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, dirinya tak terpengaruh dengan hasil survei dari Indonesia Political Opinion (IPO).

Survei tersebut menyatakan dirinya tidak tepat menjabat sebagai Mendagri.

"Saya tidak terpengaruh. Saya kan baru sebulan menjabat sebagai Mendagri. Saya lillahi taala, " ujar Tito kepada wartawan usai menghadiri acara pemberian penghargaan untuk ormas berprestasi di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).

"Saya ikhlas bekerja demi bangsa dan negara. Saya diberi kepercayaan amanah oleh Allah SWT yang melalui Pak Presiden. Untuk melakukan dengan sebaik-baiknya, " lanjut Tito.

Baca juga: Survei IPO: Luhut, Tito Karnavian, hingga Nadiem Makarim Dinilai Tak Tepat di Kementeriannya

Dia melanjutkan sudah memiliki pengalaman sebagai Kapolda dua kali, yakni Kapolda Papua dan Kapolda Metro Jaya.

Kemudian, Tito juga menyebut pernah menjabat sebagai Kapolri selama tiga tahun tiga bulan.

Dengan pengalaman ini, kata Tito, dia berharap bisa menjadi bekal mengemban tugas sebagai Mendagri

"Mudah-mudahan bisa jadi bekal saya untuk kerja di Kemendagri. Saya juga tahu bahwa teman-teman Kemendagri banyak yang pintar-pintar, saya juga menyerap (ilmu), memberdayakan teman-teman di Kemendagri," lanjut Tito.

Baca juga: Tito Karnavian Disebut Tak Tepat Jadi Mendagri, Kemendagri: Survei Sangat Dangkal

"Saya membuat team work yang baik sekali. Dan ini buat masyarakat bangsa, negara. Kalau dinilai enggak baik ya enggak papa," tambah dia.

Sebelumnya, hasil survei IPO terkait respons publik terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju Joko Widodo-Ma'ruf, salah satunya menunjukkan mantan Kapolri Tito Karnavian dinilai sebagai tokoh yang tidak tepat mengisi posisi sebagai Mendagri.

Survei tersebut dilakukan pada 30 Oktober-2 November 2019 dengan total 800 responden yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.

Kompas TV Wacana mengubah pilkada langsung, menjadi tidak langsung dan selektif, muncul setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menggelar rapat kerja dengan komisi II DPR. Dalam evaluasi mendagri, pilkada langsung memiliki mudarat, antara lain banyaknya kepala daerah yang terjerat korupsi sebagai akibat biaya politik yang mahal. Menurut Tito, perlu riset akademik untuk mengkaji dampak positif maupun negatif pilkada langsung. <br /> Wacana yang diutarakan oleh mendagri, menuai kritik dari kalangan dari presiden PKS, Sohibul Iman. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD seperti di masa lalu, dinilai justru akan melanggengkan praktik oligarki kekuasaan. Gubernur Jateng yang juga politisi PDIP, Ganjar Pranowo, juga kurang setuju dengan wacana kembali ke pilkada tidak langsung. Menurut Ganjar, praktik suap perpotensi muncul kembali, jika pelaksanaan pilkada digelar tidak langsung. 9provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, akan menggelar pilkada serentak tahun 2020. Selain dari sisi legislasi yang sudah mepet, wacana pilkada tidak langsung harus dikaji mendalam, karena berpotensi sebagai kemunduran demokrasi. Wacana pilkada tidak langsung muncul karena ada penilaian mendagri, bahwa pilkada langsung menimbulkan dampak konflik dan praktik korupsi akibat biaya politik yang tinggi. Sementara, pilkada tak langsung juga dinilai sebuah kemunduran demokrasi.<br /> <br /> Untuk membahasnya, di studio telah hadir ketua komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia. Direktur penataan daerah, otonomi khusus, dan dewan pertimbangan otonomi daerah kemendagri, Andi Bataralifu. Serta peneliti dari perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi, perludem, Fadil Ramadhani,
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com