Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Komisi II Minta SKB 11 Menteri Tak Batasi Ekspresi Berpendapat ASN

Kompas.com - 25/11/2019, 13:02 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung meminta Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak membatasi ekspresi berpendapat para ASN.

"Jangan sampai juga SKB itu mengganggu kerja ASN gara-gara ekpresinya itu terbatas," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Seperti dikutip Kompas.id, SKB 11 menteri ditandatangani pada pertengahan November 2019 bersamaan dengan portal aduanasn.id.

Baca juga: Menag: Seleksi CPNS 2019 Harus Bebas dari Paham Radikal

Ada lima menteri yang ikut di dalamnya yaitu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Salah satu poin yang tak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Baca juga: Anti-Pancasila dan Anti-NKRI, CPNS Dicoret, ASN Diadukan...

Doli mengatakan, DPR akan mempertanyakan poin-poin dalam SKB 11 menteri kepada mitra kerja yaitu Menpan-RB Tjahjo Kumolo.

Sebab, ada potensi ASN yang berkomentar di sosial media sesuai pandangnya dapat dikenai hukuman.

"Nah dia (ASN) mengomentari positif sesuai pandangan dia, itu jadi masalah hukum juga. Nah kami akan pelajari dan kami nanti akan dalami, kami nanti akan tanya ke mitra kerja kami," ujarnya.

Baca juga: Siap Tangkal Radikalisme ASN, Ini Langkah KemenPANRB

Doli mengatakan, Komisi II DPR akan memanggil kementerian yang menjadi mitra kerjanya yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk membahas SKB 11 instansi tersebut.

Komisi II, kata dia, ingin memastikan setiap peraturan yang diterbitkan pemerintah dapat menjaga kondusifitas di lingkungan masyarakat dan ASN.

"Intinya kami ingin setiap peraturan itu lahir peraturan yang menyejukkan yang bisa menjaga kondusifitas, tidak kemudian mengundang kontroversi apalagi di masyarakat," ucapnya.

Baca juga: Kemenpan RB Sebut Sudah Kantongi Data ASN yang Terjangkit Radikalisme

Lebih lanjut, Doli berharap diterbitkannya SKB 11 instansi tak membuat pemerintah terlalu represif terhadap tindakan-tindakan ASN.

"Saya kira kalau pun kemudian terbitnya SKB ini tidak harus kemudian ada tindakan-tindakan yang berlebihan yang represif," pungkasnya.

Adapun di website menpan.go.id, ada 10 jenis pelanggaran yang dimasukkan dalam SKB tersebut dan bisa dilaporkan melalui portal yaitu:

Baca juga: ASN Disarankan Langsung Mengadu ke Atasan Jika Ingin Kritik Pemerintah

1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar-golongan.

3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram, dan sejenisnya).

Baca juga: Cegah Radikalisme pada ASN, Kemenpan RB Libatkan BNPT

4. Membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.

5. Menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.

6. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

7. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Baca juga: Jika ASN Lakukan 11 Hal Ini, Adukan ke Portal www.aduanasn.id

8. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet, atau comment di media sosial.

9. Menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

10. Melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Kompas TV Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT masih terus melakukan pendalaman kepada aparatur sipil negara dari BUMN yang di indikakasikan dalam jaringan teroris di Medan. BNPT menduga kurangnya paham ideologi kebangsaan sebagai pemicu munculnya paham radikalisme. Deputi deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT Iran Idris menyatakan kasus dugaan ASN yang terpapar ke dalam jaringan terorisme merupakan fenomena baru. Irfan menduga kurangnya paham ideologi kebangsaan menjadi pemicu ASN terpapar ideologi yang radikal. Atas temuan ini BNPT berencana akan melakukan sosialisi 4 pilar berbangsa di BUMN. #BNPT #Radikalisme #PNS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com