SURABAYA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh berkelakar saat menanggapi wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Ia berseloroh, sejatinya yang paling menentang diberlakukannya pilkada tak langsung ialah lembaga survei.
Sebab, dengan tak adanya pilkada langsung, maka lembaga survei yang kerap dipakai jasanya untuk memprediksi kemenangan calon akan kehilangan salah satu pekerjaan.
"Saya barangkali sedikit humor, yang menentang pilkada langsung balik ke DPRD siapa? Lembaga survei," tutur Surya Paloh di Jatim Expo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (23/11/2019).
Baca juga: Soal Pilkada, Ketua Apkasi Setuju Pemilihan Langsung
Ia menambahkan, Partai Nasdem sedianya telah melakukan kajian mendalam terkait pelaksanaan pilkada langsung dan tak langsung.
Hasilnya, Partai Nasdem menyarankan agar pilkada di tingkat kota dan kabupaten dilaksanakan melalui DPRD.
Namun, Surya Paloh mengatakan, bisa saja saat ini aspirasi masyarakat berubah dan menghendaki pilkada langsung tetap digelar.
"Artinya tidak ada misalnya blocking harus mempertahankan model pikada yang seperti ini (langsung) secara absolut hidup mati," ucap Surya.
"Bagi Nasdem tidak begitu. Atau harus memaksakan keadaan seperti ini harus diubah menjadi pilkada dipilih oleh DPRD tidak juga seperti itu," kata dia.
Baca juga: Pilkada Asimetris, antara Politik Berbiaya Mahal dan Evaluasi Parpol
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah pilkada langsung masih relevan saat ini.
Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito seperti dikutip dari Tribunnews.
Adapun pada Senin (18/11/2019), Tito mengklarifikasi pernyataannya terkait pilkada langsung.
Tito Karnavian menegaskan, dirinya mengusulkan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung untuk dievaluasi, bukan diwakilkan kepada DPRD.
"Usulan yang saya sampaikan adalah, bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Tito menjelaskan, ia meminta pilkada langsung dievaluasi karena terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraannya. Menurut dia, pilkada langsung menyebabkan masyarakat di daerah terpolarisasi.
Selain itu, menurut Tito, pilkada langsung juga melihat aspek biaya politik yang tinggi.
Ia menjelaskan, biaya politik tinggi di pilkada itu mulai dari dana yang dikeluarkan APBN dan APBD, bahkan biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.