JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pelaksanaan pilkada secara asimetris perlu didahului kajian mendalam.
Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, usai memberikan materi dalam diskusi di DPP PPP, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
"Ya harus melalui kajian mendalam dulu. Sehingga kalau sudah ada kajiannya bisa diketahui arah (kebijakan) ke depan akan ke mana kan sudah ketahuan, " tutur Hasyim.
Hasyim juga menyambut baik adanya usulan melakukan evaluasi pelaksanaan pilkada.
Jika nantinya pemerintah dan DPR jadi merealisasikan evaluasi, dirinya menyarankan agar semua pemangku kepentingan pemilu diajak duduk bersama.
Baca juga: Evaluasi Pilkada, Komisi II DPR: Terbuka Opsi Gubernur Dipilih DPRD
Evaluasi, kata Hasyim, juga perlu dilakukan secara mendetail.
"Saya kira baik ya kalau setiap pemilu kemudian dilakukan evaluasi, baik soal bagaimana sistemnya, bagaimana prosesnya, soal tata kelola, dan tentu saja sampai sistem pengisian jabatan kenegaraan setelah pilkada," ujar Hasyim.
"Kemudian diambil jalan keluarnya. Dan hasil evaluasi itu akan dijadikan bahan untuk perbaikan ke depannya," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap adanya kajian indeks kedewasaan demokrasi di tiap-tiap daerah terkait Pilkada langsung.
Tito mengatakan, hasil kajian indeks kedewasaan demokrasi itu akan menjadi opsi mekanisme pilkada dilakukan secara asimetris.
"Salah satunya sistem asimetris sistem yang tadi disampaikan. Kalau asimetris berarti kita harus membuat indeks democratic maturity yaitu kedewasaan demokrasi tiap daerah," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Tito menjelaskan, apabila daerah yang memiliki kedewasaan demokrasi yang cukup tinggi, pilkada langsung bisa diterapkan.
Sebab, masyarakat di daerah tersebut diasumsikan baka memahami dan mampu mengkritisi visi dan misi calon kepala daerah.
"Seperti di kota-kota besar. Di mana masyarakatnya kalau ada kepala daerah datang menjelaskan tentang kampanye, program didengar, dimaknai, diserap, setelah itu bisa tahu plus minus dan bisa mengkritik," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.