Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Tegaskan Pilkada Langsung Perlu Dievaluasi, Bukan Diwakilkan DPRD

Kompas.com - 18/11/2019, 15:57 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, dirinya mengusulkan mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung untuk dievaluasi, bukan diwakilkan kepada DPRD.

"Usulan yang saya sampaikan adalah, bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Tito menjelaskan, ia meminta pilkada langsung dievaluasi karena terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraannya. Menurut dia, Pilkada langsung menyebabkan masyarakat di daerah terpolarisasi.

Baca juga: Pilkada Serentak 2020, Airlangga Prioritaskan Ketua DPD Golkar

Ia mencontohkan, Pilkada Papua pada 2012 yang ditunda karena terjadi perang suku.

"Saya sendiri sebagai mantan Kapolri, mantan Kapolda itu melihat langsung, misalnya di Papua 2012 saya menjadi Kapolda disana, Kabupaten Puncak itu 4 tahun tertunda pilkadanya karena konflik perang," ujarnya.

Tito juga mengatakan, pilkada langsung juga melihat aspek biaya politik yang tinggi. Ia menjelaskan, biaya politik tinggi di Pilkada itu mulai dari dana yang dikeluarkan APBN dan APBD, bahkan biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.

"Untuk calon kepala daerah, Ini dari empirik saja, untuk jadi kepala daerah, untuk jadi bupati kalau enggak punya Rp 30 miliar, enggak berani. Gubernur lebih lagi. Kalau ada yang mengatakan enggak bayar, nol persen, saya pengin ketemu orangnya," ujarnya.

Tito mengatakan, biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah itu digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada mulai dari kampanye, saksi di TPS dan lain-lainnya.

Sedangkan, kata Tito, apabila dibandingkan dengan gaji yang diterima sebagai kepala daerah, tidak cukup untuk mengembalikan modal politik yang telah digunakan.

"Sementara dilihat pemasukan dari gaji, Rp 200 juta kali 12 (bulan), Rp 2,4 (miliar), lima tahun Rp 12 miliar, keluar Rp 30 miliar. Mana mau tekor? Kalau dia mau tekor saya hormat sekali. Itu berarti betul-betul mau mengabdi buat nusa-bangsa," ucapnya.

Baca juga: Pilkada Langsung Disebut Berbiaya Tinggi, Pakar: Masalahnya Ada di Parpol

Selanjutnya, Tito mengatakan, dari beberapa dampak negatif tersebut, ia mengusulkan agar pilkada langsung dievaluasi dengan kajian akademik agar memiliki data yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Contoh misalnya kita lakukan survei di masyarakat apakah mereka setuju pilkada langsung atau tidak," pungkasnya.

Sebelumnya, Tito menuturkan bahwa Pilkada langsung mesti dievaluasi karena memakan biaya yang tinggi. Pasca pernyataan Tito ini, wacana pilkada tak langsung pun banyak didiskusikan publik. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com