Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Larang Koruptor Ikut Pilkada, KPU Dikhawatirkan Cari Popularitas

Kompas.com - 13/11/2019, 17:51 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Institute (IPI), Karyono Wibowo, mengkritisi sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersikeras ingin melarang eks narapidana kasus korupsi ikut pilkada.

Karyono Wibowo khawatir rencana ini hanya digunakan untuk kepentingan sesaat.

"Tentu saja menimbulkan sejumlah pertanyaan seolah-olah KPU itu memaksakan agendanya untuk memasukkan larangan mantan narapidana korupsi ikut dalam kontestasi pilkada," ujar Karyono dalam diskusi "Mengupas Polemik Larangan eks Korupsi Maju di Pilkada" di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).

"Apakah supaya dilihat bahwa KPU terlihat bersih, atau sekedar untuk mencari popularitas, atau ada agenda lain di balik itu semua," kata Karyono.

Baca juga: 2 Alasan KPU Tetap Larang Eks Koruptor Maju Pilkada

Pasalnya, kata dia, KPU sempat menyatakan akan kembali mengusulkan larangan serupa untuk Pemilu 2024 jika rencana pada tahun ini gagal terealisasi.

Padahal, menurut Karyono, KPU tentu memahami bahwa secara dasar hukum tidak ada aturan yang melarang mantan narapidana korupsi ikut dalam kontestasi pilkada.

"Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, jelas sekali itu membolehkan mantan narapidana korupsi (ikut pilkada) sepanjang dia mengemukakan bahwa dirinya adalah mantan narapidana dan sejauh dalam vonis pengadilan hak politiknya tidak dicabut oleh pengadilan," ucap Karyono.

Selain itu, ada sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pilkada.

Baca juga: Perludem Minta MK Percepat Uji Materi Pasal Napi Kasus Korupsi di UU Pilkada

Lalu, pada 2018 ketika KPU membuat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di pemilihan legislatif (pileg), aturan itu pun dugugurkan Mahkamah Agung (MA).

"Mestinya menurut saya KPU sudah tahu kondisinya tetapi kenapa KPU terus memaksakan memasukkan pasal larangan eks koruptor mengikuti pilkada?" kata dia.

Sebelumnya, KPU hendak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada tahun depan.

KPU berpendapat, aturan tersebut tidak akan melanggar hak asasi seorang eks koruptor. Sebab, pada pilpres lalu pun larangan serupa sudah ada.

"Dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).

Baca juga: Laode M Syarif Sayangkan Revisi UU Pemasyarakatan yang Mudahkan Napi Koruptor Bebas Bersyarat

Sementara itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, menuturkan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi ikut pilkada sudah tercantum dalam PKPU Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

KPU memasukkan larangan ini pada poin syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Menurut Evi, PKPU ini telah dibahas dengan Komisi II DPR tetapi belum disepakati.

Evi menuturkan PKPU ini kembali dibahas dengan Komisi II DPR dalam waktu dekat.

"PKPU belum diberi nomor. Kan nanti masih RDP lagi. Sesudah RDP, akan ada harmonisasi dengan Kemenkumham," ujar Evi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com