Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER SEPEKAN] Seputar Gugatan Wiranto | Novel Baswedan Dituding Merekayasa

Kompas.com - 11/11/2019, 05:15 WIB
Bayu Galih

Penulis

KOMPAS.com - Setelah tidak menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto masih menarik perhatian pembaca Kompas.com.

Sepanjang pekan lalu, 3-9 November 2019, artikel tentang Wiranto yang mengajukan gugatan kepada seseorang bernama Bambang Sujagad Susanto menjadi yang paling populer di desk Nasional.

Kabar ini bermula saat Wiranto diketahui mengajukan gugatan perdata kepada Bambang sebesar Rp 44,9 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 538/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst. Dalam situs informasi penelusuran perkara PN Jakarta Pusat, tertulis bahwa Bambang dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji.

Selengkapnya, baca: Wiranto Gugat Bambang Sujagad Susanto Bayar Uang Sekitar Rp 44,9 Miliar

Kemudian diketahui bahwa Bambang Sujagad Susanto merupakan mantan bendahara umum Partai Hanura pada 2009. Saat itu, Wiranto merupakan ketua umum Partai Hanura.

Menurut pengacara Wiranto, Adi Warman, terdapat surat perjanjian dengan Bambang tertanggal 24 November 2009.

Saat itu, Wiranto menitipkan uang sebesar 2.310.000 dollar Singapura atau setara Rp 23,66 miliar ke Bambang.

Adi menjelaskan, dalam perjanjian itu, dana tersebut merupakan uang titipan Wiranto agar nantinya disimpan Bambang di bank.

Namun, sejak 2009 hingga sekarang Wiranto tidak bisa menarik uang titipan itu. Menurut Adi, Bambang mengemukakan berbagai alasan, seperti digunakan untuk usaha.

Menurut dia, uang tersebut merupakan hasil usaha, dan tidak ada kaitannya dengan Partai Hanura.

Selengkapnya mengenai gugatan Wiranto, baca: Wiranto Menggugat Eks Bendum Hanura, Ini 5 Faktanya...

Penyidik senior KPK Novel Baswedan di Kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sabtu (9/11/2019).KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA Penyidik senior KPK Novel Baswedan di Kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sabtu (9/11/2019).
Novel Baswedan dituding merekayasa

Berita paling populer lain di desk Nasional Kompas.com sepanjang pekan lalu terkait penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.

Kali ini, Novel Baswedan dituding merekayasa kasus penyerangan air keras yang menjadikan dia sebagai korban.

Tudingan ini dilontarkan politisi PDI-P bernama Dewi Tanjung. Dia bahkan melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran berita bohong melalui media elektonik.

Dewi menuding bahwa Novel Baswedan merekayasa peristiwa yang terjadi pada 11 April 2017 itu.

"Ada beberapa hal janggal dari semua hal yang dialami, dari rekaman CCTV, bentuk luka, perban, dan kepala yang diperban. Tapi, tiba-tiba malah mata yang buta," kata Dewi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2019).

Tudingan dan laporan Dewi Tanjung kemudian menuai kecaman. Sebab, Novel kini tak lagi bisa melihat secara normal dan menjadi korban teror setelah mendapat serangan itu.

Baca juga: Laporan Dewi Tanjung Dikecam, dari Tak Manusiawi hingga Penggiringan Opini

Apalagi, hingga lebih dari dua tahun polisi belum juga menemukan pelaku hingga dalang serangan itu.

Adapun, artikel paling populer terkait tudingan ke Novel Baswedan adalah saat Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, enggan memberikan komentar terkait tudingan terhadap Novel Baswedan.

Fadjroel menilai pihak Kepresidenan tidak mempunyai kapasitas untuk merespons hal itu. "Mungkin bukan tugas kepresidenan kali ya menjawab itu," kata Fadjroel di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Baca juga: Novel Dituding Rekayasa Penyerangan, Ini Tanggapan Jubir Presiden

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com