Masalah ekonomi Indonesia selanjutnya adalah deindustrialisasi yang ditunjukkan dengan kebocoran sektor industri vital seperti baja.
Heri memberi contoh daerah industri seperti Batam, pertumbuhan ekonominya malah jatuh hingga dua persen.
Sementara itu, perekonomian nasional juga kian rentan karena sangat besarnya defisit transaksi berjalan yang mencapai minus 8,4 miliar dollar AS.
5. Pengurangan angka kemiskinan
Pengurangan kemiskinan, imbuh Heri, juga sangatlah lambat pada periode sebelumnya. Pengurangan kemiskinan paling cepat terjadi di era Gus Dur.
Meski demikian, ia mengapresiasi kinerja pemerintah karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 10 persen.
Baca juga: Legislator PKS Sesalkan Insiden Ledakan Pipa Pertamina di Jawa Barat
Untuk gini ratio meski berada di angka 0,38, politisi Gerindra itu menganggap jika angka tersebut bukan capaian terbaik.
Sebelumnya, Indonesia pernah mencapai angka 0,31 pada 2000 lalu. Angka itu mendekat negara-negara wellfare state dengan angka gini ratio 0,20-0,30.
6. Konsep APBN yang gagal
“Pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanjar Negara (APBN) masih mengadopsi konsep yang sudah terbukti gagal di banyak negara, yaitu masih menggunakan metode austerity policy atau pengetatan anggaran,” imbuh Heri.
Konsep pengetatan anggara yang terlalu eksesif terbukti menimbulkan penolakan dari rakyat. Hal itu menurutnya akan mengarah pada krisis politik.
7. Tingginya beban utang
Heri menjelaskan, APBN Indonesia juga terkuras untuk membayar kewajiban utang yang mencapai sekitar Rp 680 triliun.
Legislator asal Sukabumi ini melanjutkan, tingginya utang dikarenakan kebijakan pemberian kupon atau bunga surat utang yang terlalu tinggi sekitar 2-3 persen dari negara lain dengan kredit rating di bawah Indonesia.
Baca juga: Puan Minta Para Menteri Harus Bersinergi dan Hilangkan Ego Sektoral
Ditambah lagi, imbuh dia, sebanyak kurang-lebih 50 persen surat utang pemerintah dipegang asing.