Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Sebut Kabinet Indonesia Maju Berpotensi Maladministrasi, jika...

Kompas.com - 24/10/2019, 14:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah administratif pasca-pelantikan menteri dan anggota Kabinet Indonesia Maju.

Sebab, ada sejumlah hal baru di kabinet ini, seperti perubahan nomenklatur, pembentukan organisasi baru, dan pembentukan formasi bagi pejabat baru serta wajah-wajah baru pembantu presiden.

"Ombudsman RI bersama ini mengingatkan bahwa menyusul terbentuknya kabinet, harus segera dillanjutkan dengan kerja-kerja administrasi yang rumit, panjang dan melelahkan oleh birokrasi guna menyusun SOTK dan prosedur kerja yang baru," ujar Adrianus dalam keterangan tertulis, Kamis (24/10/2019).

Selain itu, pemerintah juga harus menyelesaikan migrasi data, migrasi sumber daya manusia, hingga migrasi aset.

Baca juga: Susunan Kabinet Belum Rampung, Jokowi Masih Cari Sejumlah Wakil Menteri

Apalagi, adanya nomenklatur baru membuat pegawai kementerian harus dipindah ke kementerian lain dan menyesuaikan dengan sistem baru.

Adrianus juga mengingatkan untuk segera mengharmonisasi regulasi dan penentuan ulang Rencana Strategis Pemerintah mengingat adanya perubahan visi polltik Presiden Joko Widodo dari periode sebelumnya.

Jika dalam prosesnya ditemukan kesalahan, keterlambatan, dan ketidakpatitan, maka berpotensi terjadinya maladministrasi.

"Maladministrasi tentu tidak diharapkan terjadi, apalagi bila dilakukan aleh instansi-instansi yang memiliki fungsi penyelenggara pelayanan publik, lebih khusus lagi instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik dasar yang menyentuh langsung masyarakat hingga ke desa atau wilayah terluar negeri ini," kata Adrianus.

Baca juga: Serba Pertama di Kabinet Indonesia Maju...

Selanjutnya, Ombudsman juga mengingatkan bahwa pembentukan struktur baru, penghapusan struktur, maupun perubahan tupoksi pada struktur yang sudah ada berpotensi menimbulkan tumpang-tindih pada satu sisi dan kekosongan di sisi yang lain.

Menurut dia, ego sektoral harus dihindari dalam penggabungan kementerian.

Sebab, selama ini masalah ego sektoral menyebabkan kebingungan menentukan siapa yang berwenang atas suatu hal, khususnya menyangkut otoritas penyelenggaraan pelayanan publik.

Oleh karena itu, pembagian kewenangan sejak awal sangat dianjurkan.

Baca juga: Daya Dobrak Kabinet Indonesia Maju

Penempatan aparatur sipil negara baik pada kementerian yang digabungkan maupun yang ditempatkan pada kementerian baru, bisa menimbulkan masalah terkait ketersediaan formasi pegawai.

"Perlu juga diantisipasi segera permasalahan yang timbul terkait ASN yang kementeriannya dihapus, khususnya menyangkut penempatan mereka kemudian," kata Adrianus.

Adrianus menambahkan, waktu yang dibutuhkan untuk menghitung ulang kebutuhan anggaran pasca pembentukan kabinet baru juga tidak boleh lama-lama sehingga mengganggu kegiatan perencanaan, persiapan, hingga pemberian layanan kepada publik.

"Ketidakjelasan anggaran juga berpotensi menimbulkan keterlambatan pemberian gaji bagi ASN yang ditempatkan pada suatu instansi," kata dia.

Terakhir, terkait Program Reformasi Birokrasi, pembentukan, penghapusan ataupun perubahan nomenklatur tidak boleh mengacaukan atau memundurkan kemajuan yang sudah dicapai.

Reformasi birokrasi di instansi yang baru terbentuk atau nomenklatur baru tidak boleh dimulai dari nol sama sekali.

"Diharapkan berkembang cepat mengingat telah terdapat praktik baik dari berbagai instansi lain yang bisa direplikasi dengan mudah," kata Adrianus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Nasional
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com