Sebab, ada sejumlah hal baru di kabinet ini, seperti perubahan nomenklatur, pembentukan organisasi baru, dan pembentukan formasi bagi pejabat baru serta wajah-wajah baru pembantu presiden.
"Ombudsman RI bersama ini mengingatkan bahwa menyusul terbentuknya kabinet, harus segera dillanjutkan dengan kerja-kerja administrasi yang rumit, panjang dan melelahkan oleh birokrasi guna menyusun SOTK dan prosedur kerja yang baru," ujar Adrianus dalam keterangan tertulis, Kamis (24/10/2019).
Selain itu, pemerintah juga harus menyelesaikan migrasi data, migrasi sumber daya manusia, hingga migrasi aset.
Apalagi, adanya nomenklatur baru membuat pegawai kementerian harus dipindah ke kementerian lain dan menyesuaikan dengan sistem baru.
Adrianus juga mengingatkan untuk segera mengharmonisasi regulasi dan penentuan ulang Rencana Strategis Pemerintah mengingat adanya perubahan visi polltik Presiden Joko Widodo dari periode sebelumnya.
Jika dalam prosesnya ditemukan kesalahan, keterlambatan, dan ketidakpatitan, maka berpotensi terjadinya maladministrasi.
"Maladministrasi tentu tidak diharapkan terjadi, apalagi bila dilakukan aleh instansi-instansi yang memiliki fungsi penyelenggara pelayanan publik, lebih khusus lagi instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik dasar yang menyentuh langsung masyarakat hingga ke desa atau wilayah terluar negeri ini," kata Adrianus.
Selanjutnya, Ombudsman juga mengingatkan bahwa pembentukan struktur baru, penghapusan struktur, maupun perubahan tupoksi pada struktur yang sudah ada berpotensi menimbulkan tumpang-tindih pada satu sisi dan kekosongan di sisi yang lain.
Menurut dia, ego sektoral harus dihindari dalam penggabungan kementerian.
Sebab, selama ini masalah ego sektoral menyebabkan kebingungan menentukan siapa yang berwenang atas suatu hal, khususnya menyangkut otoritas penyelenggaraan pelayanan publik.
Oleh karena itu, pembagian kewenangan sejak awal sangat dianjurkan.
Penempatan aparatur sipil negara baik pada kementerian yang digabungkan maupun yang ditempatkan pada kementerian baru, bisa menimbulkan masalah terkait ketersediaan formasi pegawai.
"Perlu juga diantisipasi segera permasalahan yang timbul terkait ASN yang kementeriannya dihapus, khususnya menyangkut penempatan mereka kemudian," kata Adrianus.
Adrianus menambahkan, waktu yang dibutuhkan untuk menghitung ulang kebutuhan anggaran pasca pembentukan kabinet baru juga tidak boleh lama-lama sehingga mengganggu kegiatan perencanaan, persiapan, hingga pemberian layanan kepada publik.
"Ketidakjelasan anggaran juga berpotensi menimbulkan keterlambatan pemberian gaji bagi ASN yang ditempatkan pada suatu instansi," kata dia.
Terakhir, terkait Program Reformasi Birokrasi, pembentukan, penghapusan ataupun perubahan nomenklatur tidak boleh mengacaukan atau memundurkan kemajuan yang sudah dicapai.
Reformasi birokrasi di instansi yang baru terbentuk atau nomenklatur baru tidak boleh dimulai dari nol sama sekali.
"Diharapkan berkembang cepat mengingat telah terdapat praktik baik dari berbagai instansi lain yang bisa direplikasi dengan mudah," kata Adrianus.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/24/14021661/ombudsman-sebut-kabinet-indonesia-maju-berpotensi-maladministrasi-jika