JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, ajudan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, Andika menyerahkan diri ke Polrestabes Medan.
Andika diduga nyaris menabrak tim KPK saat berlangsungnya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Dzulmi. Andika saat itu membawa uang Rp 50 juta yang rencananya diperuntukkan bagi Dzulmi.
"Nah saat itu yang kami kejar dan baru menyerahkan diri. Jadi kebutuhan KPK adalah proses pemeriksaan lebih lanjut," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Baca juga: Penyidik KPK Nyaris Ditabrak Ajudan Wali Kota Medan, Begini Ceritanya
Menurut Febri, Andika masih berstatus sebagai saksi. KPK juga belum merencanakan untuk membawa yang bersangkutan ke Jakarta.
"Statusnya masih saksi, kecuali kalau memang ada pengembangan perkara dalam kasus itu. Belum ada rencana membawa yang bersangkutan ke Jakarta. Nanti kalau dibutuhkan pemeriksaan akan kami panggil tentu saja, karena tim juga berada di Medan saat ini," ujar dia.
Kasus Dzulmi ini bermula pada 6 Februari 2019, di mana Dzulmi melantik Isa Anyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.
Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.
Selain itu, Isa diduga merealisasikan permintaan uang Rp 250 juta untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang.
Sebab, sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Saat kunjungan, Dzulmi juga ditemani istri dan dua anaknya serta beberapa orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kunjungan kerja tersebut.
Keikutsertaan keluarga Dzulmi dan perpanjangan waktu tinggal di Jepang itulah yang membuat pengeluaran perjalanan dinas wali kota tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pengeluaran tersebut tidak bisa dibayarakan dengan dana APBD.
Dana yang harus dibayar Dzulmi untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang mencapai Rp 800 juta.
Untuk menutupi anggaran Rp 800 juta, Dzulmi meminta bantuan Syamsul Fitri Siregar, Kepala Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan. Syamsul pun membuat daftar kepala dinas di wilayah Pemerintah Kota Medan untuk dimintai kutipan.
Baca juga: Saat OTT, Staf Protokol Wali Kota Medan Nyaris Tabrak Tim KPK
Yang masuk daftar bukan hanya kepala dinas yang ikut ke Jepang, kepala dinas yang tidak ikut pun dimintai uang oleh Syamsul. Salah satunya adalah Isa.
Isa menyanggupi permintaan itu dan mengirimkan uang Rp 200 juta. Uang itu juga sebagai kompensasi atas diangkatnya Isa sebagai Kepala Dinas PUPR.
Ia juga merealisasikan pemberian uang Rp 50 juta yang dititipkan ke ajudan Dzulmi, Andika. Namun, uang tersebut belum diberikan lantaran ia terlanjur dikejar oleh tim KPK seusai menerima uang itu di rumah Isa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.