Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan dan Desakan Komnas HAM untuk Kerusuhan di Wamena

Kompas.com - 01/10/2019, 06:59 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengutuk aksi kekerasan yang mewarnai kerusuhan di Wamena, Papua, selama beberapa hari terakhir dan menimbulkan puluhan korban jiwa.

Hingga Minggu (29/9/2019) malam, Komnas HAM mencatat, 31 tewas dan 43 orang luka-lula akibat kerusuhan tersebut.

"Komnas HAM selain mengutuk keras peristiwa tersebut kami juga menyanpaikan belasungkawa kami selaku lembaga negara atas peristiwa yang terjaid di Wamena itu," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Senin (30/9/2019).

Taufan menyatakan, kerusuhan di Wamena merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas.

Baca juga: Cerita Warga Pendatang Diselamatkan Orang Asli Papua Saat Kerusuhan Wamena, Diungsikan ke Gereja

Menurut Taufan, peristiwa itu mesti diungkap supaya tidak terulang lagi di masa depan.

"Kalau tidak dilakukan proses penegakan hukum, kita sangat khawatir akan terulang peristiwa yang sama, karena ini situasinya ga hanya di Wamena, hampir di semua Papua suasanya tegang, saling tidak percaya," ujar Taufan.

Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk membangun dialog bersama tokoh-tokih Papua dalam rangka membangun perdamaian.

Taufan mengatakan, Komnas HAM siap memfasilitasi dialog antara pemerintah dan tokoh-tokoh Papua untuk mencari solusi perdamaian sekaligus menyelesaikan masalah HAM di Papua.

"Kalau enggak, ini akan menjadi satu tragedi yang lebih besar lagi yang tentu saja bisa memicu ketegangan lebih luas di berbagai tempat termausk di Jakarta termasuk juga respon internasional kepasa kita sebagai bangsa," kata Taufan.

SARA dan hoaks

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta publil tidak mengait-ngaitkan kerusuhan di Wamena dengan isu perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Choirul menyatakan, setiap warga Wamena merupakan korban dari kerusuhan tersebut tanpa memandang ras maupun etnisnya.

"Konflik Wamena ini melihatnya adalah yang korban adalah masyarakat Papua tidak menggunakan kata pendatang dan asli karena ada masyarakat Papua juga yang kena yang jadi korban," kata Anam.

Baca juga: Menkes Minta Tenaga Kesehatan di Wamena Pakai Seragam dan Penanda

Ia menuturkan, pola pikir demikian mesti dikedepankan demi mempersempit segregasi sosial antarkelompok masyatakat.

Menurut Anam, segregasi sosial yang lebar dikhawatirkan dapat menyulitkan proses rekonsiliasi pascakonflik tersebut.

"Upaya pemulihan pasca ini jauh lebih mudah kalau kita meletakan semua tragedi ini adalah tragedi kita semua bukan tragedi orang-orang pendatang semata-mata," ujar Anam.

Ia pun mengajak publik untuk mengedepankan solidaritas kemanusiaan ketimbang solidaritas kedaeragan dalam memandang konflik di Papua tersebut.

"Bagi berbagai pihak, khususnya pemda atau masyarakat yang pengungsi itu berasal dari mana, kalau mau bersolidaritas kita dorong untuk solidaritas kemanusiaan, jangan yang lain," kata Anam.

Taufan pun mengingatkan publik untuk tidak menyederhanakan kerusuhan di Papua sebagai sebuah peristiwa penyerangan terhadap suatu kelompok masyarakat.

Oleh sebab itu, ia meminta publik menahan diri untuk menyebarluaskan kabar yang belum teruji kebenarannya. Ia juga mendorong publik untuk selektif dalam menyaring informasi.

"Kami mendorong semua pihak baik di tingkat lokal maupun nasional untuk menghindari penyampaian berita-berita bohong. Kesimpangsiuran itu alih-alih menyelesaikan masalah justru semakin memperkeruh situasi," kata Taufan.

Kronologi kerusuhan 

Adapun Komnas HAM melalui kantor perwakilannya di Papua telah melakukan pemantauan terkait kerusuhan di Wamena.

Taufan menyebut, kerusuhan itu diduga terjadi akibat kesalahpahaman yang menimbulkan isu baha ada seorang guru yang melecehkan muridnya dengan perkataan bernada rasial.

"Ada seorang guru, itu guru pengganti, jadi ketika ngajar sebetulnya kalau menurut versi ibu ini dia tidak mengucapkan kera tapi keras," kata Taufan.

Baca juga: Pengungsi Wamena Butuh Pangan, Popok, hingga Pendampingan Psikososial

Taufan menuturkan, mulanya peristiwa yang terjadi pada Rabu (18/9/2019) itu tak menjadi persoalan. Persoalan baru muncul tiga hari berikutnya yaitu pada Sabtu (18/9/2019).

Taufan mengatakan, saat itu ada beberapa orang yang marah karena mendapat informasi terkait ucapan guru tersebut.

Namun, kemarahan itu dapat diredam setelah dilakukan klarifikasi yang mengundang guru tersebut beserta murid-muridnya.

"Bahkan setelah sekolah sempat bernyanyi bersama sama dengan murid yang lain karena ada satu muridnya yang ulang tahun, baik-baik saja enggak da apa-apa," ujar Taufan.

Namun, suasana tiba-tiba memanas pada Minggu keesokan harinya ketika sekolah tersebut mulai diserang sejumlah orang.

Lalu, pada Senin (23/9/2019) gelombang unjuk rasa pun mulai membesar karena tersulut isu pernyataan guru tersebut.

Menurut Taufan, hal itu mengherankan karena dugaan pernyataan bernada rasialis sudah diselesaikan pada Sabtu.

"Sudah diselesaikan disitu kok tiba-tiba bisa meledak ke mana-mana datang massa begitu besar dari berbagai penjuru. Kemudian membakar gedung-gedung, setelah itu terjadi kekerasan yang menimbulkan korban jiwa," ucap dia. 

Baca juga: Menkes Pastikan Tak Tarik Tenaga Kesehatan di Wamena

Menurut Taufan, ekskalasi unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan inilah yang mesti diinvestigasi karena muncul dugaan bahwa massa perusuh bukan merupakan warga Wamena.

"Itu yang enggak jelas ini karena banyak juga orang situ yang bilang enggak kenal dengan massanya. Spekulasi ya pak bupatinya dan polresnya bilang itu tidak banyak yang kenal wajahnya, itu orang dari mana," kata Taufan.

Ia mengatakan, dugaan penggunaan senjata tajam dan senjata api yang menyebabkan korban tewas dan luka perlu diinvestigasi lebih lanjut karena ia menduga kerusuhan ini telah dirancang sistematis.

"Enggak jelas jadinya siapa yang melakukan atas kepada siapa, karena semua letusan senjata itu ada di mana-mana itu keterangan dari warga itu mereka tidak bisa dipastikan siapa ini," ujar Taufan.

Komnas HAM mencatat, terdapat 8.200 orang yang mengungsi di Polres Wamena, Kodim Wamena, dan Bandra Wamena akibat kerusuhan itu.

Jumlah tersebut belum termasuk ribuan warga lain yang pergi meninggalkan Wamena.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com