Salin Artikel

Temuan dan Desakan Komnas HAM untuk Kerusuhan di Wamena

Hingga Minggu (29/9/2019) malam, Komnas HAM mencatat, 31 tewas dan 43 orang luka-lula akibat kerusuhan tersebut.

"Komnas HAM selain mengutuk keras peristiwa tersebut kami juga menyanpaikan belasungkawa kami selaku lembaga negara atas peristiwa yang terjaid di Wamena itu," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Senin (30/9/2019).

Taufan menyatakan, kerusuhan di Wamena merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas.

Menurut Taufan, peristiwa itu mesti diungkap supaya tidak terulang lagi di masa depan.

"Kalau tidak dilakukan proses penegakan hukum, kita sangat khawatir akan terulang peristiwa yang sama, karena ini situasinya ga hanya di Wamena, hampir di semua Papua suasanya tegang, saling tidak percaya," ujar Taufan.

Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk membangun dialog bersama tokoh-tokih Papua dalam rangka membangun perdamaian.

Taufan mengatakan, Komnas HAM siap memfasilitasi dialog antara pemerintah dan tokoh-tokoh Papua untuk mencari solusi perdamaian sekaligus menyelesaikan masalah HAM di Papua.

"Kalau enggak, ini akan menjadi satu tragedi yang lebih besar lagi yang tentu saja bisa memicu ketegangan lebih luas di berbagai tempat termausk di Jakarta termasuk juga respon internasional kepasa kita sebagai bangsa," kata Taufan.

SARA dan hoaks

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta publil tidak mengait-ngaitkan kerusuhan di Wamena dengan isu perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Choirul menyatakan, setiap warga Wamena merupakan korban dari kerusuhan tersebut tanpa memandang ras maupun etnisnya.

"Konflik Wamena ini melihatnya adalah yang korban adalah masyarakat Papua tidak menggunakan kata pendatang dan asli karena ada masyarakat Papua juga yang kena yang jadi korban," kata Anam.

Ia menuturkan, pola pikir demikian mesti dikedepankan demi mempersempit segregasi sosial antarkelompok masyatakat.

Menurut Anam, segregasi sosial yang lebar dikhawatirkan dapat menyulitkan proses rekonsiliasi pascakonflik tersebut.

"Upaya pemulihan pasca ini jauh lebih mudah kalau kita meletakan semua tragedi ini adalah tragedi kita semua bukan tragedi orang-orang pendatang semata-mata," ujar Anam.

Ia pun mengajak publik untuk mengedepankan solidaritas kemanusiaan ketimbang solidaritas kedaeragan dalam memandang konflik di Papua tersebut.

"Bagi berbagai pihak, khususnya pemda atau masyarakat yang pengungsi itu berasal dari mana, kalau mau bersolidaritas kita dorong untuk solidaritas kemanusiaan, jangan yang lain," kata Anam.

Taufan pun mengingatkan publik untuk tidak menyederhanakan kerusuhan di Papua sebagai sebuah peristiwa penyerangan terhadap suatu kelompok masyarakat.

Oleh sebab itu, ia meminta publik menahan diri untuk menyebarluaskan kabar yang belum teruji kebenarannya. Ia juga mendorong publik untuk selektif dalam menyaring informasi.

"Kami mendorong semua pihak baik di tingkat lokal maupun nasional untuk menghindari penyampaian berita-berita bohong. Kesimpangsiuran itu alih-alih menyelesaikan masalah justru semakin memperkeruh situasi," kata Taufan.

Kronologi kerusuhan 

Adapun Komnas HAM melalui kantor perwakilannya di Papua telah melakukan pemantauan terkait kerusuhan di Wamena.

Taufan menyebut, kerusuhan itu diduga terjadi akibat kesalahpahaman yang menimbulkan isu baha ada seorang guru yang melecehkan muridnya dengan perkataan bernada rasial.

"Ada seorang guru, itu guru pengganti, jadi ketika ngajar sebetulnya kalau menurut versi ibu ini dia tidak mengucapkan kera tapi keras," kata Taufan.

Taufan menuturkan, mulanya peristiwa yang terjadi pada Rabu (18/9/2019) itu tak menjadi persoalan. Persoalan baru muncul tiga hari berikutnya yaitu pada Sabtu (18/9/2019).

Taufan mengatakan, saat itu ada beberapa orang yang marah karena mendapat informasi terkait ucapan guru tersebut.

Namun, kemarahan itu dapat diredam setelah dilakukan klarifikasi yang mengundang guru tersebut beserta murid-muridnya.

"Bahkan setelah sekolah sempat bernyanyi bersama sama dengan murid yang lain karena ada satu muridnya yang ulang tahun, baik-baik saja enggak da apa-apa," ujar Taufan.

Namun, suasana tiba-tiba memanas pada Minggu keesokan harinya ketika sekolah tersebut mulai diserang sejumlah orang.

Lalu, pada Senin (23/9/2019) gelombang unjuk rasa pun mulai membesar karena tersulut isu pernyataan guru tersebut.

Menurut Taufan, hal itu mengherankan karena dugaan pernyataan bernada rasialis sudah diselesaikan pada Sabtu.

"Sudah diselesaikan disitu kok tiba-tiba bisa meledak ke mana-mana datang massa begitu besar dari berbagai penjuru. Kemudian membakar gedung-gedung, setelah itu terjadi kekerasan yang menimbulkan korban jiwa," ucap dia. 

Menurut Taufan, ekskalasi unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan inilah yang mesti diinvestigasi karena muncul dugaan bahwa massa perusuh bukan merupakan warga Wamena.

"Itu yang enggak jelas ini karena banyak juga orang situ yang bilang enggak kenal dengan massanya. Spekulasi ya pak bupatinya dan polresnya bilang itu tidak banyak yang kenal wajahnya, itu orang dari mana," kata Taufan.

Ia mengatakan, dugaan penggunaan senjata tajam dan senjata api yang menyebabkan korban tewas dan luka perlu diinvestigasi lebih lanjut karena ia menduga kerusuhan ini telah dirancang sistematis.

"Enggak jelas jadinya siapa yang melakukan atas kepada siapa, karena semua letusan senjata itu ada di mana-mana itu keterangan dari warga itu mereka tidak bisa dipastikan siapa ini," ujar Taufan.

Komnas HAM mencatat, terdapat 8.200 orang yang mengungsi di Polres Wamena, Kodim Wamena, dan Bandra Wamena akibat kerusuhan itu.

Jumlah tersebut belum termasuk ribuan warga lain yang pergi meninggalkan Wamena.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/01/06591851/temuan-dan-desakan-komnas-ham-untuk-kerusuhan-di-wamena

Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke