JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Polisi Tirto Karnavian mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menangkap lebih dari 200 orang dalam kerusuhan saat demonstrasi mahasiswa yang berlangsung 23-24 September 2019 lalu di depan Gedung DPR/MPR.
Tito mengatakan, orang-orang tersebut ditangkap pihak Polda Metro Jaya dan dari mereka ada yang membawa bom molotov.
"Kami sudah lakukan penangkapan di Polda Metro Jaya lebih dari 200 yang ditangkap. Di antaranya yang bawa molotov, bukan mahasiswa. Yang ditangkap juga sebagian di antaranya bukan mahasiswa dan pelajar," ujar Tito saat menyampaikan keterangan pers-nya di Kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Kamis (26/9/2019).
Baca juga: 5 Ambulans Pemprov DKI Angkut Batu dan Bensin, Diduga untuk Bahan Bom Molotov
Tito mengatakan, kebanyakan dari mereka yang ditangkap adalah masyarakat umum.
Hal tersebut karena mereka juga kebingungan saat ditanya polisi mengenai tujuan aksi demonstransi yang dilakukan.
"Mereka masyarakat umum yang saat ditanya dalam rangka apa aksi itu, tidak paham tentang RUU apa dan lain-lain. Bahkan ada yang di antaranya mereka dapat bayaran," kata dia.
Oleh karena itu, dia pun melihat bahwa fenomena aksi demonstrasi yang semula menyuarakan aspirasi berubah menjadi cara-cara anarkis yang inkonstitusional dan melanggar prinsip hukum.
Terlebih, aksi-aksi yang dilakukan seperti pembakaran dan penutupan jalan tol telah merugikan masyarakat dan mengganggu mereka.
Baca juga: Massa Pengunjuk Rasa Lempar Molotov ke Arah Polisi
Tito mengatakan, 200 orang yang telah ditangkap itu akan diseleksi dan diajukan sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
"200 orang yang ditangkap ini akan kita seleksi. Kita akan ajukan sesuai proses hukum yang berlaku. Di wilayah kita harap tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang ada," ucap dia.
Aksi unjuk rasa mahasiswa dari seluruh daerah di DPR berujung ricuh pada 23 September 2019 kemarin.
Para mahasiswa menyerukan berbagai tuntutan terkait dengan beberapa hal, antara lain soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi UU KPK.