Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammadiyah Minta Substansi RUU Bermasalah Diperbaiki, Jangan Hanya Tunda

Kompas.com - 26/09/2019, 05:05 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengapresiasi keputusan pemerintah dan DPR yang menunda pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial.

Ada empat RUU yang ditunda pasca-aksi demonstrasi besar-besaran mahasiswa terjadi di sejumlah daerah. Penundaan dilakukan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba.

Namun, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta DPR tidak sekadar menunda, tapi harus melakukan perbaikan pada RUU tersebut.

"Penundaan sejumlah RUU tersebut bukan sekadar prosesnya, tetapi harus menyangkut perubahan substansi atau isi agar benar-benar sejalan dengan aspirasi terbesar masyarakat, serta mempertimbangkan kepentingan utama bangsa, dan negara Indonesia," kata Haedar dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9/2019).

"Pengalaman revisi UU KPK menjadi pelajaran berharga agar DPR benar-benar menyerap aspirasi masyarakat dan tidak menunjukkan keangkuhan kuasa yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan publik," tuturnya.

Baca juga: Selain RKUHP, Ini Isi RUU Lain yang Dianggap Kontroversial

Haedar menghargai aksi mahasiswa Indonesia yang secara murni memperjuangkan aspirasi rakyat. Karenanya aksi tersebut harus betul-betul dijaga agar tetap pada tujuan semula dan berjalan dengan damai, tertib, taat aturan, dan tidak menjadi anarkis.

"Aksi mahasiswa yang murni dan situasi kehidupan bangsa yang memanas hendaknya tidak dipolitisasi atau diperkeruh yang menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif," kata dia.

Haedar mengimbau aparat kepolisian dan keamanan juga hendaknya menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

Ia meminta aparat tidak melakukan tindakan-tindakan represif atau kekerasan dalam bentuk apapun sehingga semakin tercipta suasana yang kondusif.

"Tegakkan hukum dan ketertiban dengan benar, adil, obyektif, dan moral yang tinggi. Hormati tempat ibadah dan ruang publik agar tetap terjaga dengan baik," kata Haedar.

Baca juga: Penolakan RKUHP Masif, Wapres Minta DPR dan Pemerintah Dialog dengan Publik

Haedar juga mengimbau para pejabat negara dan elite bangsa hendaknya mengedepankan sikap yang positif serta tidak melontarkan opini-opini yang dapat memanaskan suasana.

Ia meminta semua pihak tetap mengutamakan kepentingan dan keutuhan Indonesia di atas kepentingan diri, kelompok, institusi, dan lainnya.

"Bangsa ini memiliki banyak masalah dan tangangan yang tidak ringan; karenanya diperlukan persatuan, kebersamaan, suasana aman dan damai, modal ruhani dan akal budi, serta keseksamaan semua pihak dalam berbangsa dan bernegara," kata dia.

Terakhir, Haedar juga mengimbau masyarakat luas menahan diri dan tetap menjaga suasana kehidupan kebangsan yang aman, damai, berkeadaban mulia, dan menjunjung tinggi keutuhan bangsa.

Media sosial hendaknya dijadikan sarana interaksi hidup damai, tidak dijadikan media menyebarkan hoaks dan segala bentuk provokasi yang dapat merugikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com