Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

DPR Desak Pemerintah Evaluasi Pengenaan Tarif Cukai Rokok

Kompas.com - 25/09/2019, 09:46 WIB
Alek Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah terkait perlu melakukan evaluasi pengenaan tarif cukai secara menyeluruh.

Bukan itu saja, pemerintah pun perlu meninjau ulang definisi perusahaan besar atau kecil pada kebijakan cukai rokok saat ini.

Hal tersebut diungkapkan secara tegas oleh anggota DPR Komisi IX Mafirion Syamsuddin di Jakarta (24/9/2019).

Mafirion juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melihat ulang rencana penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun dan merumuskan kebijakan cukai yang melindungi tenaga kerja segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Baca juga: Cukai Rokok Naik, Menaker Minta Tak Ada PHK

"Penting untuk melakukan perlindungan terhadap segmen SKT yang mempekerjakan ratusan ribu ibu-ibu pelinting rokok," ujarnya melalui rilis tertulis, Rabu (25/9/2019).

Apabila hal ini dilakukan, maka cita-cita pemerintah untuk mencapai target penerimaan cukai juga menjadi lebih optimal.

Selain untuk mengoptimalkan penerimaan negara, strategi ini akan memudahkan pemerintah melakukan pengawasan terkait pengenaan tarif cukai sesuai golongan dan batasan produksinya.

“Usulan penggabungan SKM dan SPM sudah saatnya dilakukan pemerintah. Selain menciptakan aturan cukai yang berkeadilan, kebijakan ini akan menghindarkan perusahaan rokok besar yang sengaja menekan produksi untuk menghindari cukai maksimal,” tegas Mafirion.

Perusahaan asing

Menurut Mafirion, saat ini terdapat beberapa perusahaan besar asing yang memproduksi SKM dan SPM lebih dari 3 miliar batang per tahun.

Mereka hanya membayar tarif cukai golongan 2 yang 40 persen lebih murah ketimbang tarif golongan di atasnya.

Kondisi ini yang kemudian menyebabkan adanya persaingan yang tidak sehat dan tidak mendukung tujuan pemerintah terkait pengendalian konsumsi rokok.

Baca juga: Cukai Rokok Naik, Penerimaan Cukai Dipatok Rp 180,5 Triliun di 2020

“Di pasaran misalnya, ada merk rokok putih tertentu dengan harga jual Rp 26.000 tapi cukainya Rp 370, tapi ada rokok yang harga jualnya Rp 24.500 dengan tarif cukai Rp 625. Ini yang saya sebutkan pengenaan cukai yang berbeda,” kata Mafirion.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib juga menyampaikan hal serupa.

Penggabungan SKM dan SPM perlu dilakukan agar tidak ada lagi pabrikan besar asing yang memanfaatkan celah dengan membayar tarif cukai murah. Dengan demikian potensi kehilangan pendapatan negara dari cukai dapat diminimalisasi.

“Prinsip dalam sebuah kebijakan itu salah satunya menganut asas keadilan. Jangan menganut asas menyeluruh dengan menyisakan celah untuk dimanfaatkan,” ujar Ahmad Najib.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com