Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Serahkan Mandat ke Presiden, Praktisi Hukum: KPK Lumpuh

Kompas.com - 15/09/2019, 18:31 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Lintas Hukum Indonesia (FLHI) menilai, penyerahan mandat yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai Undang-Undang KPK hingga UU tentang tata pemerintahan.

"Ini kan sesuatu yang tidak kita temukan norma di dalam UU KPK sendiri, dalam KUHAP, UU tentang tata pemeritahan," kata Sekretaris FLHI sekaligus praktisi hukum Petrus Selestinus saat konferensi pers di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (15/9/2019).

Petrus mengatakan, yang dapat dilakukan pimpinan KPK adalah mengundurkan diri dari jabatannya.

Baca juga: Jokowi Klaim Tolak Empat Poin Revisi UU KPK, Faktanya...

Jika mengacu pada Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pimpinan dapat berhenti dengan enam alasan.

Alasan tersebut, yaitu meninggal dunia, masa jabatan telah berakhir, menjadi terdakwa, berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari tiga bulan, mengundurkan diri, dan dikenai sanksi.

Petrus menilai, penyerahkan mandat tersebut dapat melumpuhkan kinerja KPK.

"Lima pimpinan ini sekaligus sebagai penyidik dan penuntut umum, ketika pimpinan penyidik dan penuntut umum ini kelima-limanya sudah tidak punya kewenangan lagi, maka praktis tugas penyidikan, penuntutan dan tugas-tugas lainnya yang memerlukan perintah dan persetujuan kelima pimpinan ini sudah tidak bisa berjalan dengan baik lagi. Artinya KPK dalam keadaan lumpuh," kata dia.

Baca juga: Penyerahan Mandat KPK Dinilai Jadi Tamparan Keras bagi Jokowi

Sebelumnya, pimpinan KPK menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah itu ke Presiden Joko Widodo.

Tiga pimpinan tersebut, yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Laode Muhammad Syarif dan Saut Situmorang.

Langkah tersebut merespons pembahasan RUU KPK antara pemerintah dan DPR. KPK merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan.

Sebagai pimpinan, Agus sering tidak dapat menjawab ketika ditanya pegawai KPK perihal revisi UU KPK itu. Sebab, Agus juga tidak tahu menahu seperti apa isi draf resmi revisi UU KPK.

Baca juga: Tiga Pimpinan KPK Serahkan Mandat KPK ke Presiden, Apa Alasannya?

Agus sempat menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly demi mendapatkan draf revisi UU KPK.

Namun, rupanya Yasonna sudah menggelar rapat dengan DPR RI dan menyepakati bahwa revisi UU KPK akan jalan terus.

"Pak Menteri menyatakan, nanti akan diundang. Tapi setelah baca Kompas pagi ini, rasanya sudah tidak diperlukan lagi konsultasi dengan banyak pihak, termasuk KPK," kata Agus.

Agus menyayangkan tidak pernah dilibatkannya KPK dalam proses revisi UU KPK. Ia pun khawatir seluruh langkah yang sudah ditempuh pemerintah dan DPR RI dalam merevisi UU KPK akan melemahkan KPK secara kelembagaan.

"Terus terang penilaian yang masih sementara, tapi kami mengkhawatirkan itu (melemahkan KPK)," ujar Agus.

Setelah kini menyerahkan mandat pengelolaan KPK secara kelembagaan kepada Presiden, mereka pun akan menunggu respons Presiden Jokowi.

Apakah Presiden masih mempercayakan kelembagaan KPK kepada mereka hingga akhir Desember 2019 atau tidak.

"Kami menunggu perintah apakah kemudian kami masih akan dipercaya sampai Desember (2019), atau kami menunggu perintah itu dan kemudian akan tetap beroperasional seperti biasa? Terus terang kami menunggu perintah itu," kata Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com