JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menegaskan, operasi tangkap tangan (OTT) tetap diperlukan dalam rangka pemberantasan korupsi di Indoensia.
Menurut Basaria, OTT adalah langkah represif KPK yang dilakukan secara paralel dengan upaya-upaya pencegahan.
"Perlu dipahami bahwasanya OTT memang bukanlah strategi tunggal yang dilakukan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebenarnya, upaya-upaya pencegahan terus dilakukan oleh KPK," kata Basaria dalam konferensi pers, Rabu (4/9/2019).
Baca juga: Kronologi OTT KPK yang Menjaring Bupati Bengkayang Suryadman Gidot
Basaria mengakui, upaya pencegahan tersebut memang tak dapat dilakukan sendiri oleh KPK. Instansi dan lembaga lainnya semisal pemerintah pusat dan daerah hingga partai politik juga harus turut berperan.
Apalagi, kata Basaria, korupsi yang terjadi di Indonesia banyak melibatkan aktor-aktor politik. Oleh karena itu, Basaria menilai OTT tetap dibutuhkan sebagai cara represif dalam menindak perbuatan korupsi yang gagal dicegah.
"Namun, jika kejahatan korupsi telah terjadi, KPK sebagai penegak hukum tidak boleh diam. Oleh karena itulah OTT ataupun penanganan perkara dengan cara lain perlu terus dilakukan secara konsisten, sebagaimana halnya dengan upaya pencegahan korupsi," kata Basaria.
Baca juga: KPK Sita Uang Ratusan Juta dalam OTT Bupati Bengkayang
Seperti diketahui, KPK telah menggelar operasi tangkap tangan di tiga lokasi berbeda dan untuk tiga kasus berbeda dalam kurun waktu Senin (2/9/2019) hingga Selasa (3/9/2019).
Dalam OTT di Sumatera Selatan, KPK mengamankan Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Lalu, KPK mengamankan Direktur Utama PT Perkebnunan Nusantara III Dolly Pulungan dalam OTT di Jakarta.
Yang terakhir, KPK mengamankan Bupati Bengkayang dalam rangkaian operasi tangkap tangan di Bengkayang dan Pontianak pada Selasa (3/9/2019) kemarin.