Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri PPPA Dukung Hukuman Kebiri untuk Pemerkosa 9 Anak di Mojokerto

Kompas.com - 26/08/2019, 11:15 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mendukung putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang menjatuhkan vonis hukuman kebiri terhadap Muhammad Aris bin Syukur (20).

Aris merupakan terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan anak.

Menurut Yohana, hukuman kebiri merupakan salah satu upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.

“Ini adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok. Namun, ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para predator anak," ujar Yohana melalui keterangan tertulis, Senin (26/8/2019).

Baca juga: Hukuman Kebiri Kimia, dari Wacana, Pro Kontra, Terbitnya Perppu, hingga Vonis untuk Aris

Yohana mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa.

Maka, diperlukan pemberatan hukuman di mana pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Hal ini diatur dalam Pasal 81 Ayat (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Tahun 2016 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

"Kementerian PPPA tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana.

Baca juga: Daftar Negara yang Pernah Berikan Vonis Kebiri Kimia

Seperti diketahui penerapan hukuman kebiri sempat menimbulkan pro dan kontra.

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai bahwa penambahan ancaman pidana bagi pelaku kekerasan seksual menjadi indikasi lemahnya pemerintah menekan angka kejahatan.

Koordinator Reformasi Sistem Peradilan Pidana MaPPI FHUI Anugerah Rizki Akbari mengatakan, pencegahan kekerasan seksual secara komprehensif tidak cukup dengan menambah ancaman pidana.

Baca juga: Seperti Apa Kebiri Kimia?

Rizky mengatakan, kebijakan menambah ancaman pidana selalu jadi kebijakan populis di sejumlah negara, tetapi tidak menjawab dan menyelesaikan akar permasalahan terjadinya suatu tindak pidana.

Efek jera yang selalu didengung-dengungkan sebagai alasan memperberat pidana dianggap tak didasarkan pada data yang jelas, valid, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Baca juga: Cerita di Balik Kebiri Kimia di Mojokerto, Kesulitan Mencari RS untuk Eksekusi hingga Belum ada Juknis dari MA

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menambah ancaman pidana bagi pelaku yang menyetubuhi atau mencabuli lebih dari 1 anak, atau pelaku yang telah dihukum untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak sebelumnya.

Ancaman hukuman tambahan berupa kebiri, rehabilitasi, dan pemasangan chip  pada pelaku.

Kompas TV Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap pada sikap awalnya tak bersedia mengeksekusi hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual.<br /> <br /> Ketua Biro Hukum dan Pembinaan Anggota IDI, Dokter H.N. Nazar menolak menjadi eksekutor putusan Pengadilan Negeri Mojokerto, soal hukum kebiri kimiawi terpidana paedofilia Mojokerto.<br /> <br /> Hukuman tambahan ini dinilai tak sesuai dengan prinsip dan kode etik kedokteran. Selain itu, efek dari kebiri kimiawi membahayakan keselamatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com