Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Hoaks atau kabar bohong, disinformasi, dan misinformasi masih menjadi fenomena yang marak di media sosial.
Seringkali kabar bohong tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Kompas.com merangkum ada empat hoaks yang beredar dalam pekan ini 12-16 Agustus 2019.
Sebuah pesan berantai mengenai registrasi tarif reduksi KA hanya sampai September 2019 beredar melalui aplikasi WhatsApp.
Dalam pesan tersebut disebutkan bahwa penumpang Lansia, TNI-Polri dan LVRI jika tidak melakukan registrasi di stasiun sebelum bulan September 2019 maka tidak mendapatkan diskon tarif kereta api.
Menanggapi pesan itu, Manajer Humas PT KAI Daerah Operasional V Purwokerto Supriyanto memastikan kabar itu adalah hoaks.
"Kami konfirmasikan bahwa info tersebut adalah hoaks atau berita bohong," kata Supriyanto ketika dikonfirmasi oleh Kompas.com (15/8/2019).
Dia menegaskan, registrasi tarif reduksi dapat dilakukan kapan pun tanpa batas waktu.
Untuk registrasi sendiri sudah bisa dilakukan di customer service stasiun atau loket stasiun yang melayani perjalanan jarak jauh.
Baca juga: [HOAKS] Registrasi Tarif Reduksi KA Hanya sampai September 2019
Informasi mengenai penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali beredar di masyarakat melalui pesan berantai aplikasi WhatsApp.
Dalam pesan tersebut disebutkan bahwa pendaftaran CPNS dan PPPK resmi dibuka pada 23 Oktober 2019.
Selain itu, pesan itu juga mengatakan ada 150.000 lowongan untuk tenaga pendidikan dan kesehatan, lengkap dengan sejumlah syarat dan ketentuannya.
Setelah dikonfirmasi Kompas.com (14/8/2019), Kepala Biro Human BKN Mohammad Ridwan membantah kabar tersebut.
"Tidak benar. Belum ada info detail tentang penerimaan ASN," kata Ridwan.
Menurutnya, pemerintah belum mengeluarkan informasi detail mengenai jadwal, syarat, dan tata cara seleksi.
Baca juga: [HOAKS] Rekrutmen CPNS Dibuka 23 Oktober 2019
Sebuah unggahan foto di Facebook dengan nama akun Fajar Firmansyah ramai diperbincangkan warganet.
Faro tersebut berisikan tentang tubuh anak kecil yang diberi warna pada bagian jempol kaki dan jempol agar si anak sembuh dari demam ramai diperbincangkan.
Dalam keterangan foto yang diunggah pada Sabtu (10/8/2019) itu disebutkan juga bahwa metode yang digunakan bernama terapi Sujok.
Unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 4.449 kali oleh pengguna Facebook lainnya.
Setelah dihubungi Kompas.com (13/8/2019), Fajar membenarkan postingan itu.
"Benar. Ini saya pakai spidol white board. Ini ilmu (Sujok) saya pakai saat keadaan tidak membawa alat," kata Fajar.
Menurut Fajar, warna yang dipakai memiliki fungsi yang berbeda dan tidak asal mewarnai.
Menanggapi hal itu dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah, Jakarta Selatan, Catharine Mayung Sambo mengaku, dirinya baru mengetahui adanya terapi itu.
"Saya malah baru tahu ada yang begini. Ini tidak ada dasar ilmiahnya dalam dunia kedokteran. Saya barusan cek di Google, dasar scientific-nya juga tidak jelas," ungkap Maya kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2019).
Baca juga: [KLARIFIKASI] Foto Jempol Diwarnai untuk Turunkan Demam Tubuh
Draf revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 beredar luas di media sosial.
Beberapa revisi yang bakal dilakukan meliputi penghapusan pasal 81 mengenai cuti haid yang didasari atas alasan bahwa nyeri haid bisa diatasi dengan obat anti nyeri.
Selanjutnya, pasal 100 mengenai fasilitas kesehatan yang bakal dihapuskan, juga pasal 151-155 tentang penerapan PHK.
Pada draft itu, UU Ketenagakerjaan versi revisi bakal menetapkan keputusan PHK hanya melalui buruh dan pengusaha tanpa harus melalui proses persidangan.
Tak hanya itu, revisi lain juga terlihat pada penghapusan pasal mengenai uang penghargaan masa kerja dan penambahan waktu kerja bagi para buruh atau tenaga kerja.
Menanggapi hal itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri pun membantah draf itu.
"Ya yang revisi siapa. Jangan kemakan hoaks karena ada draft yang enggak jelas sumbernya dari mana. Pemerintah belum mengeluarkan draf apa-apa," ujar Hanif di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Menurutnya, proses revisi UU Ketenagakerjaan saat ini masih dalam tahap kajian.
Hanif mengaku pihaknya masih menyerap aspirasi dari berbagai pihak yang ada, baik serikat pekerja hingga dunia usaha.
Baca juga: [HOAKS] Draf Revisi UU Ketenagakerjaan yang Beredar di Media Sosial
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.