Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Magsaysay Award dan Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

Kompas.com - 12/08/2019, 20:04 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 


KOMPAS.com - Pramoedya Ananta Toer adalah sastrawan besar Indonesia. Cerita-cerita pendek dan novel-novelnya telah menjadi monumen kejayaan sastra prosa Indonesia yang tak akan terhapuskan dari sejarah sastra Indonesia.

Apabila orang menulis atau membicarakan sejarah sastra Indonesia dengan mencoba menghapuskan nama Pramoedya dari sejarah itu, berarti ia adalah seorang pendusta. Saya menghormati rasa keadilan Pramoedya Ananta Toer. Tetapi saya tidak menyetujui ideologi dan cara yang ia pakai untuk memperjuangkan keadilan itu.

Saya lebih memilih cara-cara yang demokratis dan yang menghargai hak asasi manusia, yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 45. Begitulah pandangan almarhum W.S Rendra tentang sosok Pramoedya, seperti yang telah dimuat di Harian Kompas (14/8/1995).

Nama Pramoedya, atau yang biasa dikenal dengan Pram kini kembali bersinar. Pasalnya dua karya novelnya yang berjudul Perburuan dan Bumi Manusia diangkat ke layar lebar.

Keduanya serentak akan tayang di bioskop tanah air pada 15 Agustus 2019.

Sosok Pram dikenal fenomenal. Meski sempat menjadi tahanan politik dan ditahan di Pulau Buru, karya-karya Pram masih laris manis dibeli di toko buku dan terus dicetak ulang.

Baca juga: Pramoedya Ananta Toer dan Bumi Manusia, Perlawanan dari Dalam Penjara

Tidak cukup di situ, Pram sempat mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay pada kategori penulisan jurnalistik dan sastra.

Ia menjadi orang Indonesia kesepuluh yang menerima penghargaan Magsaysay, seperti yang pernah diberitakan Harian Kompas (20/7/1995).

Penghargaan Magsaysay

Terpilihnya Pramoedya sebagai penerima penghargaan Ramon Magsaysay di bidang penulisan sastra dan jurnalistik, diumumkan Yayasan Penghargaan Ramon Magsaysay, Rabu (19/7/1995), di Manila, Filipina.

Dalam pemberitaan tersebut, Pramoedya akan menerima medali yang bergambarkan Presiden ketiga Filipina Ramon Magsaysay dan uang sejumlah 50.000 dollar AS yang akan diserahkan 31 Agustus di Manila.

Putra Indonesia penerima penghargaan Magsaysay sebelumnya adalah HB Jassin, Ali Sadikin, Mochtar Lubis, almarhum Soedjatmoko, Ny AH Nasution, Anton Sudjarwo, Dr Ben Mboi dan Nafsiah Mboi, serta Abdurrahman Wahid.

Namun tokoh sastra, semacam Muchtar Lubis, H.B. Jassin, Asrul Sani, Rendra, Taufik Ismail, Ikranagara da 26 pengarang lainnya melakukan protes terhadap keputusan Yayasan dan mendesaknya membatalkan keputusan tersebut.

Di balik sepak terjanya selama ini, Pramoedya yang pernah mendekam di penjara Pulau Buru tahun 1965-1975 ini, dinilai telah menghasilkan karya-karya unggul mengenai kebangkitan sejarah dan pengalaman modern masyarakat Indonesia.

Dalam setiap karya yang dihasilkan, Pram selalu memasukkan unsur kritikan. Salah satunya dalam Bumi Manusia. Pram mengkritik sekat-sekat yang menghalangi manusia akan kebebasannya menentukan nasibnya sendiri.

"Dia kan melihat bagaimana cintanya itu berhadapan dengan tembok-tembok pemisah yang dilihatkan lewat kolonialisme. Sebagai seorang pemuda yang jatuh cinta, dia berjuang meruntuhkan tembok-tembok itu," ucap Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Perasaan yang sama dirasakan tokoh-tokoh Pram lainnya. Mereka semua dipertemukan lewat kesamaan imajinasi akan hidup yang lebih baik dan adil. Jika Revolusi Perancis membuang seluruh tatanan kolonial, di Indonesia, kolonialisme meninggalkan warisan.
Warisan itu menjadi masalah bagi Indonesia hari ini. Mulai dari sistem hukum hingga rasisme.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com