Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Aku Menjadi Pimpinan KPK...

Kompas.com - 10/08/2019, 08:47 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para calon pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (capim KPK) yang berjumlah 40 orang, tengah berlomba-lomba dan berjuang menjadi yang terbaik untuk dapat merebut kursi tertinggi di KPK.

Sejumlah ide, visi, dan misi untuk menekan korupsi serta menjadikan KPK lebih baik lagi digulirkan oleh masing-masing. Mereka menyampaikan semua itu dalam tahapan profile assesment yang berlangsung selama 8-9 Agustus 2019.

Salah satu ide yang muncul adalah dari Giri Suprapdiono.

Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK ini jika terpilih menjadi pimpinan KPK lagi, memiliki ide menaikkan gaji pejabat politik untuk menekan angka korupsi yang terjadi di Tanah Air.

Baca juga: Pansel Sebut Peserta Capim KPK yang Tak Lolos Bukan Berarti Tak Cakap

Menurut dia, gaji para pejabat politik sekarang tidak rasional. Mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, hingga walikota.

"Saya masuk di sana, menawarkan politik yang rasional. Jadi gajinya harus lebih dinaikan," kata Giri di Gedung Lemhanas, Jumat (9/8/2019).

Ide tersebut digulirkan Giri dikarenakan 48 persen kasus yang ditangani KPK saat ini pelakunya adalah orang-orang politik.

Baca juga: Pansel Masih Rancang Format Uji Publik Capim KPK

Ia mengatakan, ada tiga hal yang dapat menekan angka korupsi di Indonesia. Ketiganya adalah menurunkan biaya politik, meningkatkan kontribusi negara pada pendanaan partai politik, dan meningkatkan insentif.

Dengan tiga hal itu, ia sangat yakin bahwa politik antikorupsi bisa dilakukan.

Gagasan lain yang akan dilakukannya jika terpilih menjadi pimpinan KPK juga dengan melakukan reformasi birokrasi penegak hukum hingga eningkatkan revolusi mental antikorupsi.

Ingin KPK Terintegrasi

Sementara itu, pejabat petahana di KPK lainnya, yakni Laode M. Syarif memiliki ide yang berbeda. Wakil Ketua KPK ini justru menginginkan agar KPK dapat terintegrasi dari sisi pencegahan dan penindakan.

Laode mengatakan, saat ini KPK sudah memiliki pemetaan atas sektor yang seringkali dikorupsi.

Sektor tersebut antara lain adalah pengadaan barang, sistem perizinan, korupsi sektor keuangan, penegakkan hukum, dan politik.

Baca juga: Pansel Berharap Capim KPK yang Lolos Profile Assessment Tak Kurang dari 9 Orang

"Kita sudah tahu identifikasi gap-nya apa ke depan? Salah satu cara untuk mencegah itu, saya pikir antara pencegahan dan penindakan harus terintegrasi," ujar Laode di Gedung Lemhanas, Jumat (9/8/2019).

Menurut dia, penindakan dan pencegahan dalam korupsi tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Dengan demikian, integrasi keduanya pun sangat dibutuhkan bagi KPK ke depannya.

Termasuk juga indikator yang digunakan.

Ia mencontohkan, seharusnya saat ini terdapat evaluasi terhadap kasus yang menyangkut kementerian dan lembaga apabila dilihat berdasarkan strategi nasional pencegahan korupsi.

"Jadi kalau kita sudah menentukan strategi bersama, program aksinya bagaimana, kita tinggal evaluasi," kata dia.

Tujuan akhir dari itu semua, kata dia, karena dia ingin korupsi di Indonesia menurun agar kesejahteraan sebagaimana cita-cita NKRI yang adil, makmur, dan sejahtera tercapai.

Ingin KPK Lebih Baik

Lain halnya dengan Brigjen Sri Handayani.

Jika lolos dan terpilih menjadi pimpinan KPK, mantan Wakapolda Kalimantan Barat ini memiliki keinginan memperbaiki KPK menjadi lebih baik lagi.

"Tentunya kalau terpilih (jadi pimpinan KPK) apa yang ada di dalam kami dalami dulu, situasinya bagaimana," ujar dia usai menjalani seleksi profile assessment hari pertama di Gedung Lemhanas, Kamis (8/8/2019).

Baca juga: Rupa-Rupa Rasa Ikut Seleksi Calon Pimpinan KPK...

Ia mengatakan, jika sudah mendalami situasi yang dimaksud, maka pihaknya baru bisa menjabarkan apa saja yang harus dilakukan.

"Namun pikiran saya ke depan, bisa menekan angka korupsi lebih minim lagi," kata dia.

"Dan bisa membuat harmonisasi dalam pelaksanaan tugas di KPK," pungkas dia.

Pimpinan KPK Psikologisnya Harus Kuat

Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) Hamdi Muluk pun menjabarkan sosok yang paling pas untuk menjadi pimpinan KPK. Ia menyebutkan, pihaknya mencari sosok pimpinan KPK dengan profil yang paling kuat.

Profil yang paling kuat tersebut bisa didapatkan dari kombinasi seluruh proses seleksi yang dilakukan.

Mulai dari psikotes, profile assessment, penelusuran rekam jejak dari lembaga-lembaga yang bekerja sama, hingga laporan masyarakat.

"Kami cari orang yang kuat secara psikologis. Tidak mudah digertak, teguh terhadap prinsip. Orang yang bisa planning, doing, acting. Bisa ngerti kalau ada konflik. Kami ingin cari yang profilnya paling kuat," ujar Hamdi di Gedung Lemhanas, Jumat (9/8/2019).

Ia mengatakan, selain leadership yang kuat, pihaknya mencari sosok yang paling baik dari sisi psikologis.

Mereka yang tahan kerja dan tekanan, kapasitas intelektualnya mumpuni akan sangat dipertimbangkan.

"Kami ingin dapat orang sesuai ekspektasi publik. Integritasnya penting dan bisa dilihat dari rekam jejak," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com