Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Divonis 5 Tahun Penjara

Kompas.com - 07/08/2019, 20:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Manajer Senior Pemasaran PT Hutama Karya Bambang Mustaqim divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis ini, jaksa KPK dan Bambang Mustaqim menggunakan masa pikir-pikir.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Bambang Mustaqim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata hakim ketua Sunarso saat membacakan amar putusan.

Baca juga: Korupsi Proyek IPDN, Mantan GM Hutama Karya Divonis 5 Tahun Penjara

Bambang juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, hartanya akan disita dan dilelang.

Bambang akan dihukum penjara selama 2 bulan apabila hartanya tidak mencukupi membayar uang pengganti tersebut.

Menurut hakim, hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa masih punya tanggungan keluarga

Menurut hakim, Bambang terbukti membantu mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Budi Rachmat Kurniawan mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya atas dua proyek pembangunan gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Baca juga: Eks Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Dituntut 7 Tahun Penjara

Dua proyek itu yakni pembangunan Kampus IPDN Provinsi Sumatera Barat di Kabupaten Agam dan Kampus IPDN Provinsi Riau di Kabupaten Rokan Hilir pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tahun Anggaran 2011.

Caranya, dengan memasukkan arranger fee dalam komponen anggaran biaya lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelelangan.

Bambang dianggap mendukung Budi yang melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Kemudian, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan, meski pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen.

Bambang dianggap berperan mengeksekusi arranger fee sehingga turut memperkaya dirinya sebesar Rp 500 juta, Budi sekitar Rp 1 miliar, dan sejumlah pihak lainnya.

Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Eks GM Hutama Karya 7 Tahun Penjara dan Rp 500 Juta

Pihak lainnya yaitu mantan pejabat Kemendagri Dudy Jocom sekitar Rp 5,3 miliar dan memperkaya pihak swasta bernama Hendra sekitar Rp 4 miliar.

Selanjutnya, memperkaya PNS pada Kemendagri Sri Kandiyati sekitar Rp 300 juta dan pejabat penandatangan SPM Mohammad Rizal sekitar Rp 510 juta.

Kemudian, memperkaya Chaerul Rp 30 juta dan Sutidjan sebesar Rp 500 juta. Berikutnya, memperkaya PT Hutama Karya Rp 40,8 miliar, memperkaya CV Prima Karya Rp 3,3 miliar.

Lalu, CV Restu Kreasi Mandiri Rp 265 juta dan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp 79 juta.

Atas perbuatannya, Bambang dianggap terbukti ikut merugikan negara sekitar Rp 56,9 miliar atas dua proyek tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com