JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Bambang Mustaqim dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/7/2019).
Ia juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bambang merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan dua proyek pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Eks GM Hutama Karya 7 Tahun Penjara dan Rp 500 Juta
Dua proyek itu yakni pembangunan Kampus IPDN Provinsi Sumatera Barat di Kabupaten Agam dan Kampus IPDN Provinsi Riau di Kabupaten Rokan Hilir pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tahun Anggaran 2011.
"Kami menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Bambang Mustaqim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Haerudin saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Bambang juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, hartanya akan disita dan dilelang.
Bambang akan dihukum penjara selama 2 tahun 6 bulan apabila hartanya tidak mencukupi membayar uang pengganti tersebut.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, tidak mengakui secara terus terang dan menyesali perbuatannya.
Selain itu, menciderai good corporate governance dan merusak citra PT Hutama Karya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara.
Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga.
Menurut jaksa, Bambang terbukti membantu mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Budi Rachmat Kurniawan mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya atas dua proyek IPDN tersebut.
Caranya dengan memasukkan arranger fee dalam komponen anggaran biaya lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelelangan.
Bambang dianggap mendukung Budi yang melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Baca juga: Mantan GM PT Hutama Karya Didakwa Rugikan Negara Rp 56,9 Miliar
Kemudian, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan, meski pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen.
Bambang dianggap berperan mengeksekusi arranger fee sehingga turut memperkaya dirinya sebesar Rp 500 juta, Budi sekitar Rp 1 miliar, dan sejumlah pihak lainnya.