JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menyebut peristiwa mati listrik massal yang terjadi di sejumlah daerah telah melanggar hak publik.
Choirul mengatakan, peristiwa tersebut melanggar hak masyarakat karena listrik merupakan sumber energi yang vital.
Choirul menyebut, warga telah dirugikan dari segi pelayanan publik serta hak dalam merasa aman.
"Dalam konteks hak asasi manusia, ini hak publik tidak hanya soal keterbutuhan pelayanan tapi rasa aman," kata Choirul di Gedung Merah-Putih KPK, Senin (5/8/2019).
Baca juga: Google Tandai Pemadaman Listrik di Jawa sebagai Kejadian Darurat
Choirul mengatakan, Komnas HAM menyayangkan peristiwa tersebut. Ia pun menyoroti tidak adanya rencana pencegahan darurat yang dimiliki oleh PT PLN.
Menurut Choirul, hal itu dapat menunjukkan adanya masalah tata kelola dalam tubuh PLN.
"Bahwa dikatakan secara teknis ada kerusakan macam-macam, semua barang yg dibikin secara teknis itu punya masa keruskaan. Kenapa kok ngga ada emergency yang jelas sejak awal? Kalau ada kan, planning untuk pencegahan bisa, nah itu tidak terjadi sehingga matilah kayak kemarin," kata Choirul.
Baca juga: Antisipasi Pemadaman Listrik Bergilir, Telkomsel Siagakan Genset BTS
Ia menegaskan, PLN wajib menjelaskan penyebab masalah tersebut dan memberi ganti rugi kepada publik serta menyiapkan langkah-langkah pencegahan supaya masalah serupa tak terulang lagi.
"Kalau memang ini ada kelalaian, diusut sampai tindakan hukum tidak hanya sanksi administratif," ujar Choirul menambahkan.
Sebelumnya, Jabodetabek dan sebagian Jawa Barat serta Jawa Tengah mengalami mati listrik lebih dari enam jam.
Baca juga: Banyak Toko Tutup Dampak Pemadaman Listrik, Alfamart: Harusnya PLN Kasih Peringatan
Bahkan, hingga Senin pagi ini, masih ada sejumlah wilayah yang belum teraliri listrik secara normal.
Plt Direktur Utama PT PLN Sripeni Inten Cahyani, juga pada Minggu sore, menjelaskan, pemadaman listrik ini terjadi akibat gangguan pada sisi transmisi Ungaran dan Pemalang berkapasitas 500 KV.
Gangguan itu menyebabkan gagal transfer energi dari timur ke barat sehingga terjadi gangguan ke seluruh pembangkit di sisi tengah dan barat Pulau Jawa.