Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didi Kempot, "Sewu Kutho" dan Sejarah Campursari

Kompas.com - 05/08/2019, 14:22 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Salah satu caranya yakni membuat format yang berbeda. Hal itu diawali kesuksesannya melempar lagu-lagu pop jawa di Jakarta, semisal "gethuk" yang dinyanyikan oleh Nur Afni Octavia, dan disusul kesuksesan Evie Tamala yang membawakan lagu pop jawa, di antaranya "kangen" pada 1992.

Hal itu merujuk pada pengakuan Mathous 2001 silam, masih pada jurnal yang sama.

Lalu, pada tahun 1993, Manthous membentuk kelompok atau grup musik campursari yang diberi nama Campursari Gunung Kidul atau CSGK.

Baca juga: Didi Kempot dan 5 Fakta Menarik Tentang Lagu-lagunya

Berbekal kesuksesannya melempar lagu pop Jawa tersebut, Manthous kembali ke daerah asalnya Playen, Gunungkidul dan mencoba menghidupkan lagi musik campursari.

Dengan biaya sendiri, Manthous pun berspekulasi dengan memboyong seluruh anggota grup campursarinya ke Jakarta untuk rekaman.

Campursari Mulai Dikenal

Kemudian album yang diberi judul Kanca Tani tersebut ditawarkan kepada rekannya di Semarang yang kebetulan memiliki saudara yang mengelola studio rekaman Pusaka Record.

Walaupun bersifat spekulatif, ternyata rekan Manthous menerima tawaran Manthous untuk menggandakan dan menjual ke pasar. Di luar dugaan, ternyata pasar menyambut positif dengan ditandai terjualnya album ini hingga ribuan kaset.

Nama Manthous semakin dikenal setelah keluarnya album kedua. Sebab, album tersebut laku sangat keras dan terjual 1 juta kaset.

Dari album tersebut, orang mengenal lagu “Nyidam Sari" dan musik campursari mulai digemari dan digandrungi masyarakat serta eksistensinya mulai diakui sebagai sebuah genre musik setara dengan genre musik yang lebih dulu eksis seperti pop, dangdut, rock, keroncong dan genre lainnya.

Setelah era R.M Samsi dan Manthous barulah muncul nama Didi Kempot. Namun, Lord Didi, begitu panggilan akrabnya di kalangan penggemarnya tersebut mengusung warna campursari yang berbeda.

Baca juga: Saat Presiden Jokowi Nikmati Lagu Sewu Kutho Milik Didi Kempot...

Campursari Didi Kempot tidak menggunakan musik gamelan Jawa seperti halnya campursari ala Manthous. Hal itu mengemuka dari Jurnal "Campursari Musik Etnis Jawa Populer antara Karya Manthus dan Didi Kempot" yang dibuat oleh Wadiyo, September 2002 silam.

Dari Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang tersebut mengambil sampel lagu campursari "Sewu Kutho" milik Didi Kempot untuk menggambarkan perbedaan campursari Manthous dan Didi Kempot.

“Mari bersama-sama mempertahankan dan melestarikan budaya kita, tidak hanya lagu, karena itu budaya kita,” ucap pelantun Sewu Kutho, Didi Kempot, Minggu (4/8/2019).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com