JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, usulan pelarangan mantan koruptor maju di Pilkada 2020 akan dibahas setelah masa reses anggota DPR selesai.
"Pilihan kebijakan melarang narapidana maju di Pilkada melindungi kepentingan publik. Komisi II akan membahasnya pasca reses," katanya saat dihubungi, Rabu (31/7/2019).
"Hak publik harus didahulukan dibanding hak pribadi. Narapidana kasus korupsi telah mencederai kepercayaan publik," lanjutnya.
Baca juga: Zulkifli Hasan: PAN Tidak Akan Calonkan Eks Koruptor di Pilkada 2020
Partainya, PKS, juga mendukung wacana pelarangan tersebut. Sikap PKS, kata Mardani, sudah ditunjukkan sejak Pilkada 2019.
"PKS insyaAllah dari awal firm dukung menolak calon Kepala Daerah mantan napi koruptor," kata Mardani.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggulirkan wacana larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada 2020.
Baca juga: Satu Kata untuk Koruptor, Mati!
Pemicunya, ditetapkannya Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka korupsi.
Status tersangka yang disandangnya akhir pekan lalu berkaitan dengan dugaan suap dan gratifikasi jual beli jabatan.
Dulu, sebelum terpilih menjadi bupati untuk kedua kalinya, Tamzil mendekam di penjara atas kasus yang sama.
Baca juga: Melihat Celah KPU untuk Larang Eks Koruptor Nyalon di Pilkada 2020
Menurut Komisionernya KPU Pramono Ubaid Tanthowi, untuk kembali menggulirkan gagasan tersebut, harus ada sejumlah hal yang dibenahi.
Jika tidak, sudah pasti Mahkamah Agung (MA) akan kembali menolak larangan eks koruptor maju sebagai peserta pemilu seperti yang terjadi pada 2018.
"Kalau misalnya KPU luncurkan, tuangkan dalam peraturan KPU (PKPU), kemudian nanti ada calon kepala daerah yang berstatus napi, lalu gugat ke MA, sudah bisa diduga (PKPU itu) dibatalkan. Itu kan problem real yang kita hadapi ke depannya," ujar Pramono.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPR Dukung Wacana Larang Mantan Koruptor Nyalon
Pramono mengatakan, salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah revisi Undang-undang Pilkada, atau setidaknya dukungan dari pihak-pihak terkait.
"Sekurang-kurangnya kalau KPU mengusulkan di Leraturan KPU tentang pencalonan Bupati, Wali Kota dan Gubernur, fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah mendukung," kata Pramono.
"Dengan begitu, setidaknya dukungan politik dari pemerintah dan DPR, bahwa mereka tidak akan mencalonkan napi koruptor dalam Pilkada 2020 karena proses pencolanan dalam Pilkada itu kan oleh DPP (partai)," ucap dia.