JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda sidang perdana kasus dugaan suap mantan anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi atas terdakwa Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Arief.
Penundaan terpaksa dilakukan karena Erwin mengalami sakit.
Informasi itu disampaikan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Takdir Suhan kepada majelis hakim dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
"Karena kondisi emergency, tiba-tiba terdakwa harus dilakukan tindakan medis dan tadi kami sudah melakukan pengecekan ke rumah sakit MMC Jakarta. Memang indikasi diagnosisnya adalah penyempitan pembuluh darah, sehingga harus pemeriksaan lebih lanjut," kata jaksa Takdir.
"Jadi di rumah sakit?" tanya ketua majelis hakim Frangki Tambuwun.
"Betul, kami memohon majelis. Kami sudah memintai diagnosis. Mohon dijadikan pertimbangan untuk dilakukan penundaan," jawab jaksa Takdir.
Baca juga: KPK Periksa Inneke Koesherawati Terkait Kasus Suap Bakamla
Majelis hakim kemudian meminta pertimbangan tim penasihat hukum Erwin. Mereka juga mengusulkan sidang ditunda.
Menanggapi pertimbangan penasihat hukum, hakim Frangki pun memutuskan sidang ditunda menjadi Kamis (25/7/2019) mendatang.
"Kita coba tanggal 25 dulu ya. Sidang ditutup," kata Frangki sambil mengetuk palu sidang.
Erwin diduga menjadi perantara dana suap dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah kepada Fayakhun Andriadi yang saat itu menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI.
Erwin dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 atau pasal 56 KUHP.
Adapun peranan Erwin adalah menyediakan rekening bank sebagai tempat singgah dana suap dari Fahmi untuk Fayakhun.
Baca juga: Jadi Terpidana Korupsi, Fayakhun Dicopot sebagai Anggota DPR
Dalam kasus ini, Fayakhun menerima suap setara Rp 12 miliar dari Fahmi. Suap itu bertujuan memuluskan pembahasan penambahan anggaran Bakamla tahun 2016 di DPR.
Fayakhun Andriadi sendiri divonis pidana penjara 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Sementara, Fahmi Darmawansyah divonis 2,8 tahun dan pidana denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.