Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Kabinet Jokowi, Oposisi, dan Demokrasi

Kompas.com - 11/07/2019, 09:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Desain konstruksi di atas, mau tidak mau merembet pada isu bagaimana rekayasa sistem ketatanegaraan agar demokrasi melembaga. Bukan basa basi. Apalagi lips service dari pidato selebritis elite politik.

Akhirnya, kembali berpulang pada komitmen bagaimana membangun jumlah partai politik sederhana. Edukasi publik anti politik uang. Ujungnya, pembenahan kapasitas di tubuh partai politik.

Sungguh anomali luar biasa, jika partai politik memuja atau bergantung pada sosok yang diusungnya hanya karena popularitasnya atau karena banyaknya uang di kantong sosok itu, padahal ia bukan kader partai.

Tanpa sadar, apabila tidak ada perbaikan mendasar, partai bisa bersalin rupa menjadi calo bagi siapa saja yang tergoda pada kekuasaan dan berjuang merebutnya dengan cara apapun.

Demokrasi impian

Belum lama ini, Steven Levitsky dan Daniel Zilbatt menerbitkan buku yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia berjudul Bagaimana Demokrasi Mati (Gramedia, 2018).

Buku ini bercerita, di antaranya, bagaimana kehadiran seorang tiran atau fasis, sekaliber Adolf Hitler sekalipun, muncul melalui mekanisme konstitusional pemilu.

Semula, ketenaran Adolf Hitler yang punya massa cukup banyak mengundang pemerintahan lama khususnya Presiden von Papen untuk melakukan tanda kutip “perjanjian dengan iblis”.  

Hitler didorong berkuasa untuk mengatasi persoalan krisis ekonomi Jerman.

Diharapkan, kehadiran Hitler dapat merawat eksistensi demokrasi. Nyatanya, begitu berkuasa, ia menjadi fasis. Semua akses demokrasi dimatikan.

Dalam konteks di atas, maka penulis berpendapat, pembentukan kabinet serta upaya pelembagaan oposisi harus dibingkai dalam rangka merawat demokrasi dan menangkal otoriterisme/fasisme.

Linz (Steven Levitsky dan Daniel Zilbatt, hlm.11-12) memberikan beberapa indikator untuk mendeteksi peluang otoriterianisme.

Pertama, apakah ada kelompok atau personal yang mengusulkan cara-cara anti demokrasi, membatasi hak-hak sipil, upaya membatalkan pemilu dan sebagainya.

Kedua, apakah ada kelompok atau partisan menuduh tanpa dasar lawan partisannya sebagai kriminal yang dianggap melanggar hukum untuk mengeluarkan mereka dari arena politik.

Ketiga, adakah suatu kelompok atau personal, bahkan pemerintahan sekalipun yang menggagas tindakan hukum sebagai ancaman bagi partai lawan, masyarakat sipil maupun media yang berbeda pandangan.

Demokrasi mahal meraihnya sekaligus tidak mudah mempertahankannya. Beberapa negara runtuh ke alam otoriterian kerap kali tanpa sadar. Apalagi dalam alam demokrasi, sejuta kemungkinan selalu tersedia.

Media yang partisan. Elite yang berkelahi hanya berbasiskan perebutan jabatan semata. Atau tradisi mencela bagi yang beda.

Situasi demikian lambat laun jika tidak segera diperbaiki akan membuat demokrasi terperosok, bahkan mati dalam brutalnya otoriterianisme.

Maka, bagi semua pihak, perlu berikhtiar keras untuk memastikan demokrasi baik kelembagaan maupun nilai-nilainya benar-benar menjadi cahaya bagi kehidupan bernegara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com