Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Tuduhan Tim Hukum 02 soal Pengaturan Suara Tidak Sah

Kompas.com - 27/06/2019, 19:43 WIB
Jessi Carina,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap dalil permohonan sengketa pilpres Prabowo-Sandiaga soal adanya pengaturan suara tidak sah di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, tidak beralasan menurut hukum.

Hal ini dibacakan oleh Majelis Hakim dalam sidang putusan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (27/6/2019).

"Berdasarkan pertimbangan hukum demikian, dalil pemohon mengenai indikasi pengaturan suara tidak sah tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul.

Baca juga: MK Tolak Perhitungan Suara Versi Prabowo-Sandiaga

Dalam permohonannya, tim hukum Prabowo-Sandiaga menyebut ada indikasi pengaturan suara tidak sah di Magetan. Suara tidak sah di beberapa TPS di Magetan membentuk pola 22,12,7,5 atau 26,59,26,59.

Selain itu, dalil permohonan Prabowo-Sandiaga juga menyebut ada pola suara tidak sah lainnya di Madiun yaitu 5,6,11,6,11,12.

Majelis Hakim tidak menerima jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas dalil ini. Namun, menerima penjelasan Bawaslu mengenai dugaan pengaturan suara tidak sah ini.

Baca juga: Prabowo-Sandiaga Permasalahkan Nol Suara, Ini Pendapat Hakim MK

Majelis Hakim menggunakan penjelasan Bawaslu untuk menimbang keputusannya. Selain itu, menggunakan alat bukti yang disertakan tim kuasa hukum 02 terkait pengaturan suara tidak sah di Magetan dan Madiun.

Untuk dugaan pengaturan suara tidak sah di Magetan, ternyata tim hukum Prabowo-Sandiaga tidak memberikan bukti. Tim hukum 02 hanya memberi bukti untuk dugaan pengaturan suara tidak sah di Madiun.

"(Namun) jumlah suara tidak sah yang ditunjukan oleh bukti P147 ternyata berbeda dengan dalil pemohon," ujar Manahan.

Baca juga: MK Pertanyakan Ahli Prabowo-Sandiaga yang Bandingkan Hasil Pilpres dengan DPD

Majelis Hakim berpendapat seandainya suara tidak sah yang didalilkan tim hukum 02 membentuk deretan angka, tidak bisa disimpulkan ada pengaturan atau kecurangan. Sebab deretan angka yang dihasilkan bersifat acak.

Majelis Hakim beranggapan indikasi pengaturan baru bisa terlihat jika ada pola unik dari jumlah suara tidak sah di beberapa TPS itu.

"Dan menurut Mahkamah terjadinya pola angka tertentu adalah hal yang sangat mungkin secara matematis. Apalagi jika pola angka tersebut acak sebagaimana angka yang didalilkan pemohon," kata Manahan.

Kompas TV Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara hasil perolehan suara pemilu presiden, Kamis (27/6). Hakim konstitusi Wahiduddin Adams menilai, dalil adanya ketidaknetralan kepala daerah secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tersebut tidak terbukti. Sebab, Bawaslu telah mengambil tindakan terhadap pelanggaran tersebut. &ldquo;Atas pertimbangan di atas, telah dipertimbangkan bahwa dalil pemohon yang dikatakan bersifat TSM tidak terbukti, untuk itu MK berpendapat dalil<em> aquo</em> tidak beralasan menurut hukum,&rdquo; kata Wahiduddin. Simak pemaparan hakim konstitusi Wahiduddin Adams dalam sidang pleno dengan agenda putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden. #SidangSengketaPilpres #SidangMK #MahkamahKonstitusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com