JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung mengaku belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait enam tersangka upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.
Kelompok tersebut diduga akan beraksi dalam aksi menolak hasil pilpres pada 22 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu, Jakarta.
Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo meyakini bahwa penyidik tidak akan gegabah dalam menangani kasus tersebut.
"Belum, tentunya penyidik tidak gegabah juga akan mendalami benang merahnya kaitannya satu sama lain, tidak semudah itu," kata Prasetyo di kompleks Kejagung RI, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2019).
Baca juga: Eksekutor Rencana Pembunuhan Pejabat Negara Ditangkap di Halaman Indomaret
Ia pun meyakini bahwa profesionalitas penyidik dalam menangani sebuah kasus berdasarkan fakta hukum yang ada.
"Diharapkan nanti bisa menangani lebih proporsional, profesional, dan lebih obyektif," ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018. Saat itu, HK mendapat perintah seseorang untuk membeli senjata.
"HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami," kata Iqbal dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Baca juga: AF, Tersangka Rencana Pembunuhan Pejabat, merupakan Istri Purnawirawan
Setelah itu, lanjut Iqbal, pada 13 Oktober HK menjalankan pemerintah dan membeli senjata. Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD.
Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada AZ, TJ, dan IR.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan