Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Istana Presiden hingga Bencana Donggala Dijadikan Lahan Korupsi

Kompas.com - 16/05/2019, 11:01 WIB
Abba Gabrillin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Korupsi memang tidak pernah pandang bulu. Berbagai hal yang berurusan dengan keuangan negara selalu bisa dimanfaatkan sebagai lahan korupsi.

Salah satunya seperti yang diduga dilakukan para pejabat di Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka diduga menerima suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM).

Tak tanggung-tanggung, mulai dari proyek pembangunan SPAM di Istana Presiden, hingga proyek penanggulangan bencana alam gempa bumi dan tsunami di Donggala, Sulawesi Tengah, dijadikan lahan korupsi.

Hal itu diungkap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/5/2019).

 

Istana Merdeka dan Istana Cipanas

Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Anggiat Partunggul Nahat Simaremare didakwa menerima gratifikasi dalam 15 mata uang senilai miliaran rupiah.

Menurut jaksa, salah satunya Anggiat diduga menerima gratifikasi dari kontraktor yang melaksanakan proyek SPAM di Istana Merdeka, Jakarta dan Istana Presiden di Cipanas, Jawa Barat.

Menurut jaksa, Anggiat pernah menerima Rp 500 juta melalui Asri Budiarti dan Olly Yusni Ariani yang menggunakan PT Bayu Surya Bakti Konstruksi. Perusahaan itu mengerjakan paket di Satuan Kerja Strategis, yaitu paket SPAM Istana Merdeka dan Istana Cipanas.

Baca juga: KPK Dapat Banyak Laporan soal Potensi Korupsi pada Pemilihan Rektor

Selain itu, perusahaan itu juga mengerjakan paket SPAM AAU dan Akpol.

Menurut jaksa, pada 2018, Anggiat menjadi penanggung jawab beberapa proyek. Pertama, Pembangunan SPAM di Istana Merdeka dan Istana Cipanas, yang dikerjakan PT Bayu Surya Bakti Konstruksi.

Kemudian, konsultan supervisi pembangunan SPAM kawasan Istana Merdeka dan Istana Cipanas yang dilaksanakan PT Tunas Intercomindo Sejati.

Selain itu, Anggiat menjadi penanggung jawab proyek optimalisasi pembangunan SPAM kawasan Istana Merdeka dan Istana Cipanas yang dilaksanakan PT Tirta Sari Mandiri.

 

Bantuan bencana di Donggala

Selain Anggiat, Teuku Mochamad Nazar didakwa menerima suap 33.000 dollar Amerika Serikat. Uang itu diduga terkait proyek penanganan bencana alam yang terjadi di Donggala, Sulawesi Tengah, pada 2018 lalu.

Proyek yang dimaksud yakni pekerjaan penanganan tanggap darurat SPAM Sulawesi Tengah, yang berlokasi di Donggala. Proyek itu senilai Rp16,480 miliar.

Menurut jaksa, Nazar selaku Kepala Satuan Kerja (Kasatker) sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek Penanganan Tanggap Darurat SPAM Sulawesi Tengah 2018, telah melakukan penunjukan langsung PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) sebagai pelaksana proyek penanggulangan bencana.

Hal itu karena Nazar sudah mengenal secara dekat Irene Irma selaku Direktur Utama PT TSP serta Yuliana Enganita Dibyo selaku Koordinator Pelaksana Proyek PT TSP sejak Nazar menjabat sebagai Kasatker SPAM Provinsi Aceh tahun 2014-2015.

Selanjutnya, setelah mengetahui besaran nilai kontrak pekerjaan penanggulangan bencana Donggala, pada 3 Desember 2018, Nazar memerintahkan Dwi Wardhana selaku Staf Satker Tanggap Darurat Permukiman Pusat untuk meminta “kasbon” kepada Yuliana sejumlah Rp 500 juta.

Nazar meminta uang diberikan dalam bentuk dollar AS. Uang itu untuk digunakan membiayai keperluan pribadi Nazar.

Menurut jaksa, pada 6 Desember 2018, bertempat di Lantai 1 Satker Tanggap Darurat

Permukiman Pusat Pejompongan, Jakarta Pusat, Yuliana menemui Dwi dan menyerahkan uang 33.000 dollar AS yang diminta oleh Nazar.

 

Tak sesuai target

Akibat menerima suap, Nazar diduga membiarkan PT TSP yang tidak memenuhi target pada pekerjaan penanganan tanggap darurat SPAM di Donggala.

Menurut jaksa, pada 19 Desember 2018, Nazar menerima laporan dari Dwi Wardhana bahwa pekerjaan PT TSP belum selesai.

Sesuai target, proyek itu seharusnya selesai sebelum 22 Desember 2018. Bahkan, menurut Dwi, pengerjaan proyek bisa mundur hingga Januari 2019.

Namun, meski mengetahui adanya ketentuan bahwa proyek dibayar seluruhnya jika sudah selesai, Nazar tetap memerintahkan Dwi untuk memproses pembayaran seluruhnya kepada PT TSP.

"Terdakwa beralasan sebentar lagi akan tutup tahun anggaran," ujar jaksa Arin Karniasari saat membacakan surat dakwaan.

Selanjutnya, Dwi dan Dita Prijanti selaku pejabat penguji Surat Perintah Membayar (SPM), kemudian pada 20 Desember 2018, melaksanakan perintah Nazar dengan memproses pembayaran kepada PT TSP.

Dwi dan Dita membuat dua SPM, yaitu SPM 95 persen pembayaran pekerjaan dengan nilai  Rp 15,656 miliar dan SPM 5 persen Retensi (jaminan pemeliharaan) dengan nilai Rp 824 juta.

Menurut jaksa, Nazar mengetahui penerbitan SPM tersebut terdapat kekurangan persyaratan, karena Nazar selaku PPK belum menandatangani Surat Perjanjian Kerja, Berita Acara Pembayaran, Bukti Pembayaran, Berita Acara Serah Terima Barang, Pemeriksaan Hasil Pekerjaan, serta Surat Serah Terima Barang.

Selanjutnya, atas SPM yang tidak lengkap persyaratannya tersebut, kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyediaan Dana (SP2D) pada 25 Desember 2018, untuk pembayaran ke rekening PT TSP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com