Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Konferensi Asia-Afrika Berakhir, Serukan Perdamaian

Kompas.com - 24/04/2019, 11:29 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Persaingan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet memanas setelah Perang Dunia II usai. Perlombaan pembuatan senjata dan pengembangan nuklir secara tak langsung memunculkan Perang Dingin.

Kondisi inilah yang menjadikan Indonesia mengambil sikap untuk lebih bijak menghadapi persaingan blok Barat yang diwakili AS dengan blok Timur yang diwakili Uni Soviet

Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia ingin menyatukan pandangan beberapa negara di Afrika, Asia, dan Timur Tengah, yang memiliki nasib sama.

Hasilnya, Konferensi Asia-Afrika (KAA) terlaksana di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat.

Perwakilan dari 29 negara mengikuti konferensi ini. Mereka bertemu untuk mengutuk kolonialisme, mengutuk rasialisme, dan menyatakan keberatan mereka terhadap Perang Dingin yang membuat dunia terbelah dalam dua kubu.

Baca juga: Arsip KAA Didaftarkan sebagai Warisan Dunia

Setelah hampir seminggu, KAA dinyatakan ditutup dan selesai tepat 64 tahun yang lalu, tepatnya pada 24 April 1955. Konferensi ini menghasilkan Dasasila Bandung yang isinya menggabungkan prinsip Piagam PBB.

Selain itu, terjadi kesepakatan antara negara yang hadir mengenai kerja sama ekonomi dan budaya, perlindungan hak asasi manusia dan prinsip penentuan nasib sendiri, panggilan untuk mengakhiri diskriminasi rasial di mana pun itu terjadi, serta pengulangan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai.

Rasa frustrasi

PM Ali Sastroamidjojo memimpin sidang Asia Afrika
Dok.Kompas PM Ali Sastroamidjojo memimpin sidang Asia Afrika

Perang Dingin berdampak besar pada negara-negara di berbagai belahan dunia. AS maupun Uni Soviet memang berlomba mencari sekutu untuk mendominasi dunia.

Perlombaan pengembangan senjata hingga nuklir menghiasi era Perang Dingin. Selain itu berkembang kolonialisasi baru pada negara di Afrika-Asia.

Sebagai negara yang baru merdeka, perwakilan dari Indonesia mengungkapan keinginan untuk menyatukan dan mengumpulkan beberapa negara untuk membahas permasalahan ini.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 24 April 2005, berdasarkan rencana awal Ali Sastroamidjojo adalah orang yang pertama kali mengusulkan diadakannya pertemuan akbar se-Asia dan Afrika. Usul ini diucapkan ketika berlangsung pertemuan beberapa perdana menteri di Colombo, Sri Lanka pada 28 April hingga 2 Mei 1954).

Namun, usulan itu ditolak. Langkah Ali Sastoamidjojo tak surut. Ia kemudian menemui Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru di Delhi, India.

Usulan Ali diterima, dengan syarat China juga diikutsertakan. Padahal, sebelumnya Ali hanya bermaksud mengundang perwakilan Asia-Afrika yang sudah menjadi anggota PBB.

Sama halnya dengan Ali, Presiden Soekarno juga bersimpati dengan rencana ini. Ia mulai mengoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Bagi Soekarno, yang penting adalah memperjuangkan dekolonialisme dan melawan imperialisme-kapitalisme.

Baca juga: 109 Kepala Negara Diundang Hadiri Konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung

Pandu Indonesia mengibarkan bendera negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 19 April 1955IPPHOS Pandu Indonesia mengibarkan bendera negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 19 April 1955

Pemerintah Indonesia, Burma (Myanmar), India, Pakistan dan Sri Lanka bersama-sama mensponsori konferensi. Mereka menyatukan 24 negara tambahan dari Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Dilansir dari History.com, setelah terjadi kesepakatan akhirnya pertemuan dibuka pada 18 April 1955. Berbagai pidato dan resolusi mengecam kolonialise, imperialisme, dan kebebasan diserukan.

Para delegasi di konferensi diberikan kesempatan untuk berpidato dan menyampaikan pendapatnya. Segala bentuk rasisme juga dibahas dan dikritik, terutama praktik politik Apartheid yang sedang berkembang di Afrika Selatan.

Negara-negara yang berkumpul juga menyerukan diakhirinya perlombaan senjata nuklir dan penghapusan senjata atom.

Pesan mendasar yang diambil adalah Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet memiliki harus diakhiri karena banyak negara-negara yang berjuang untuk pembangunan ekonomi, meningkatkan kesehatan, dan hasil panen yang lebih baik, dan berjuang melawan kekuatan kolonialisme dan rasisme.

Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung sebagai simbol dari rasa frustrasi di antara negara-negara di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Mereka menginginkan perdamaian.

Konferensi Bandung inilah menjadi benih yang melahirkan Gerakan Non Blok (GNB).

Baca juga: Menlu Minta Gerakan Non-Blok Berkontribusi Nyata pada Perdamaian Dunia

AS terkejut

Pemerintah AS terkejut dengan seruan yang digaungkan konferensi ini. Meskipun diundang untuk hadir, namun AS menolak untuk mengirimkan perwakilan.

Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles menilai bahwa acara itu "sedikit kekiri-kirian" karena kehadiran Perdana Menteri China Zhou Enlai.

Para pemimpin AS juga khawatir bahwa anti-kolonialisme Bandung dan diskusi politik rasial global yang terjadi di sana dapat berubah menjadi anti-Amerika atau anti-Barat.

Namun, pada akhirnya, Konferensi Bandung tidak mengarah pada kecaman umum terhadap Barat seperti yang ditakuti oleh para pengamat AS. Sebab, para peserta menampilkan beragam seruan yang berlandaskan kemanusiaan.

Beberapa negara yang dekat dengan AS di Asia dinilai tetap mewakili kepentingan negara Abang Sam (AS) itu dalam pertemuan konferensi. Bahkan, Perdana Menteri China Zhou Enlai mengambil garis moderat dalam pidatonya kepada para delegasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com