Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Putusan, Hakim Ikut Pertimbangkan Jabatan Idrus Sebagai Menteri Sosial

Kompas.com - 23/04/2019, 13:07 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam pertimbangannya, mengkualifikasikan Idrus Marham sebagai penyelenggara negara.

Hal ini untuk menjawab pleidoi atau nota pembelaan pengacara Idrus yang menyebutkan bahwa status kliennya itu bukan penyelenggara negara sebagaimana dalam surat dakwaan. 

"Saat perbuatan dilakukan, terdakwa juga menjabat sebagai Menteri Sosial," ujar hakim anggota Anwar saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Baca juga: Divonis 3 Tahun Penjara, Idrus Marham Belum Putuskan Banding

Sebelumnya, dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan, pengacara Idrus mempersoalkan status Idrus yang bukan penyelenggara negara.

Dalam surat dakwaan, Idrus didakwa menerima suap dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar dan pelaksana tugas Ketua Umum Golkar.

Surat dakwaan juga dengan jelas menyebut bahwa Idrus didakwa menerima suap bersama-sama dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.

Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Divonis 3 Tahun Penjara

Namun, majelis hakim sependapat dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Idrus dapat dikualifikasikan sebagai penyelenggara negara karena bersama-sama dengan Eni menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.

Hakim menilai, Idrus mengetahui dan menghendaki penerimaan suap Rp 4,750 miliar yang diterima Eni dari Kotjo. Menurut hakim, unsur penyelenggara negara semakin diperkuat karena saat perbuatan dilakukan, Idrus menjabat sebagai menteri.

"Peran terdakwa sudah terlihat jelas dan tidak dapat dipungkiri. Maka pembelaan terdakwa dan penasehat hukum haruslah ditolak dan dikesampingkan," kata hakim Anwar.

Baca juga: Hakim Nilai Idrus Marham Tak Menikmati Uang Korupsi

 

Idrus divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Menurut hakim, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Kompas TV Mantan Menteri Sosial Idrus Marham yang juga terdakwa kasus korupsi PLTU Riau-1 menyampaikan pledoi atau nota pembelaan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (28/3). Tim pengacara Idrus Marham telah menyiapkan sekitar 1.000 halaman nota pembelaan untuk dibacakan di hadapan majelis hakim. Sebelumnya, jaksa penuntut umum pada KPK menuntut Idrus lima tahun penjara, denda Rp 300 Juta, subsider empat bulan kurungan. Jaksa meyakini Idrus menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johannes Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources berkaitan dengan proyek PLTU Riau-1. #IdrusMarham #PLTURiau-1 #OTTKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com