KOMPAS.com – Pemilu 2019 yang dilakukan pada 17 April lalu berjalan dengan diwarnai kabar duka. Lebih dari 50 orang meninggal dunia menjelang dan saat pemungutan suara, hingga saat penghitungan suara berlangsung.
Sebagian besar dari korban yang meninggal dunia mengalami kelelahan parah setelah bekerja sekitar 24 jam nonstop untuk menyiapkan, melaksanakan, dan menghitung suara yang telah masuk.
Pemilu kali ini memang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2019, masyarakat Indonesia untuk kali pertama mencoblos lima surat suara, terdiri dari presiden-wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan DPD RI secara bersamaan.
Hal itu membuat proses pemilu berjalan lebih lama, beban pekerjaan para petugas pun semakin berat.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Viryan Azis menyatakan, berdasarkan data KPU ada 86 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ditimpa musibah.
Berdasarkan data itu, diketahui bahwa 54 orang meninggal dunia dan 32 orang sakit.
Baca juga: KPU: 54 Petugas KPPS Meninggal Dunia, 32 Orang Sakit
Menurut Viryan, petugas yang meninggal dunia ataupun sakit sebagian besar karena kelelahan. Ada pula petugas yang mengalami kecelakaan.
Jumlah tersebut masih mungkin bertambah lantaran KPU terus melakukan pembaruan data. Saat ini, petugas juga masih melakukan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
"Sangat mungkin masih bertambah karena sekarang rekapitulasi suara di kecamatan sedang berlangsung, KPPS, PPS, dan PPK terus merekap suara," ujar Viryan.
Banyaknya petugas yang meninggal selama proses pemilu, baik karena kelelahan, sakit, ataupun mengalami kecelakaan, mengundang keprihatinan dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Di Jawa Barat, setidaknya ada 12 petugas KPPS yang meninggal dunia. Sebagian besar meninggal dunia akibat kelelahan.
Baca juga: 12 Petugas KPPS di Jabar Meninggal, KPU Ungkap Penyebabnya
Dedi Mulyadi mendesak pemerintah melakukan evaluasi terhadap proses Pemilu 2019 yang menelan banyak korban jiwa.
"Banyaknya petugas KPPS yang meninggal membutuhkan penyikapan yang serius dari pemerintah. Setelah proses pemilu selesai ini harus dievaluasi segera oleh pemerintah," kata Dedi, Jumat (19/4/2019).
Menurut dia, ini merupakan pemilu yang sangat melelahkan dan menguras banyak tenaga. Tidak hanya fisik, Dedi menikai tekanan juga terasa secara psikologis.
"Tekanan psikologisnya jadi beragam, harus mengurus pilpres terus legislatif. Konsentrasi bisa terpecah," ucap Dedi.