JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah inspiratif dan penuh perjuangan datang dari mereka yang terlibat sebagai petugas penyelenggara pemilu di penjuru Tanah Air dan berbagai negara.
Kali ini, kisah datang dari para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) di Beijing, China.
Faqih Ma'arif, mahasiswa Beijing University of Aeronautics and Astronautics yang dikenal dengan sebutan Beihang University, salah satunya.
Dikutip dari Antara, Kandidat doktor bidang struktur gedung asal Sleman, DI Yogyakarta, itu merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu bagi warga negara Indonesia di Ibu Kota China tersebut.
Ia pun merelakan waktu berkumpul dengan keluarga di kampung halaman terpotong karena harus segera kembali ke Beijing atas panggilan Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) setempat.
Baca juga: Ini Hasil Perhitungan Suara Pilpres 2019 di Sejumlah Negara
Demikian pula dengan Lenny Damayanti, anggota KPPSLN Beijing, yang berdomisili di Kota Tianjin.
Gadis berusia 22 tahun itu hampir setiap hari selama masa pemungutan dan penghitungan suara menempuh perjalanan hampir 200 kilometer.
Tiket kereta api cepat kelas ekonomi dari Tianjin menuju Beijing bertarif 54 RMB atau sekitar Rp 113.000 tidak pernah dimintakan ganti.
Sebagai pelajar di negeri orang, Lenny tentu membutuhkan uang. Akan tetapi, bukan itu alasannya memilih terlibat sebagai petugas KPPSLN Beijing.
"Bukan uang tujuan saya ikut tes ini," ujar mahasiswi S1 Tianjin University of Science and Technology ini, saat diwawancarai para anggota PPLN Beijing pada pertengahan Februari 2019.
Baca juga: CEK FAKTA: Hasil Exit Poll Pemilu Luar Negeri Beredar di Medsos
Saat aktivitasnya di KPPSLN sampai larut malam, Lenny terpaksa "nebeng" di rumah temannya karena kereta api terakhir dari Stasiun Beijingnan ke Tianjinxi berangkat pukul 23.00.
Saat PPLN Beijing mengumumkan lowongan KPPSLN secara daring, banyak WNI yang berminat untuk melamar.
Setelah melalui seleksi administrasi dan wawancara, terpilihlah sebanyak 25 orang anggota KPPSLN.
Mereka dari kalangan pelajar dan masyarakat umum pemegang paspor Indonesia.
Sejak dilantik pada 2 Maret 2019, mereka langsung "tancap gas" bekerja siang-malam di salah satu ruangan di Kedutaan Besar RI di Beijing.
Berbeda dengan di Indonesia, anggota KPPSLN Beijing bekerja lebih awal karena harus mempersiapkan pengiriman surat suara kepada WNI yang tinggal di 18 provinsi/munisipalitas di China ditambah Mongolia melalui pos.
Tingginya tingkat partisipasi pemilih, baik yang datang langsung ke TPS pada 14 April 2019 maupun yang dikirim surat suara melalui pos mulai 17 Maret 2019, tidak pernah mereka duga.
Baca juga: Ribuan Suara Pemilu Luar Negeri Nyasar, Ini Penjelasan KPU
"Yang didatangi langsung C6 (formulir pemberitahuan dari KPU kepada pemilih agar memberikan hak suaranya) saja tidak sampai segitu. Lah di sini yang C6-nya dikirim via pos dan bahkan ada yang online, tapi yang milih banyak banget," kata Faqih.
Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi WNI yang menggunakan hak pilihnya sebesar 76 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pemilu 2014, yang tingkat partisipasi WNI di China di bawah 50 persen.
KPPSLN Beijing terbilang unik karena anggotanya perpaduan antara generasi muda milenial dan generasi tua.
Selain anggota KPPSLN Bejing termuda berusia 22 tahun, ada juga yang berusia lebih dari 60 tahun dan telah beberapa kali terlibat sebagai penyelenggara.
Akan tetapi, perbedaan generasi ini tak menjadi sekat kerja sama. Mereka sama-sama rela tidak tidur untuk menghindari kesalahan dalam rekapitulasi dan input data hasil penghitungan suara.
Oleh karena itu, para petugas penyelenggara pemilu di KPPSLN Beijing ini mengaku kecewa ketika beberapa pihak menuding adanya kecurangan.
"Betapa kecewanya kalau ada rekan sesama KPPS yang dituduh curang karena kami ini bekerja mulai pagi sampai pagi lagi," kata anggota KPPSLN Beijing, Tirta Leonardi.
Mahasiswa S1 jurusan Elektro di Beijing Institute of Technology itu mengakui, pemilu tahun ini lebih rumit dibandingkan 5 tahun lalu.
Kerumitan itu antara lain terkait pengisian formulir mulai dari daftar pemilih hingga input data hasil penghitungan suara.
"Setiap tahap membutuhkan validasi akurat dari beberapa orang yang terlibat, termasuk setiap anggota PPLN. Sangat kecil peluangnya untuk berbuat curang," kata Tirto.
Ia menyebutkan, butuh kejelian dalam mengisi setiap formulir pemungutan, penghitungan, dan input data Situng. Bahkan, tanpa terasa, mereka tak memejamkan mata selama 36 jam, mulai Rabu (17/4/2019) pagi hingga Kamis (18/4/2019) sore.
Hingga tahapan penyelenggaraan usai, para petugas KPPSLN Beijing belum menerima honor yang menjadi hak mereka.
Meski demikian, kata Faqih, ia dan para petugas lainnya tak menanyakan soal itu. KPU sudah menganggarkan dana bagi para petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.
"Kami merasa terhormat karena bisa bantu negara sendiri di luar negeri yang tidak bisa dihargai dengan suatu apa pun," kata Faqih, yang juga Ketua Pusat Kajian Sains dan Teknologi Bidang Hak Kekayaan Intelektual Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.