Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munawir Aziz
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, Penulis Sejumlah Buku

Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, menulis buku Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan (Kompas, 2020) dan Melawan Antisemitisme (forthcoming, 2020).

Golputnya Gus Dur dan Kontestasi Pilpres 2019

Kompas.com - 16/04/2019, 22:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pemerintah Australia juga mendorong warga negaranya menggunakan hak pilihnya. Hak tersebut menjadi kewajiban jika dibutuhkan untuk membangun serta melanggengkan kebaikan bersama dalam masyarakat yang menganut sistem demokratis.

Pemerintah Australia mengutip Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 29. Perlu diketahui, pemerintah Negeri Kanguru menerapkan hukum wajib memilih disebabkan karena keterlibatan semua warga dalam pemilihan umum, dapat meningkatkan keterwakilan suara di semua lapisan masyarakat, terutama pada level kelas menengah dan bawah.

Bahkan, untuk mengikis kelompok warga yang enggan memilih, pemerintah Australia menerapkan denda sebanyak 20 dollar Australia atau sekitar Rp 200.000, kepada mereka yang tidak memberikan alasan mendetail kenapa tidak memilih.

Kebijakan ini berdampak pada meningkatnya keterlibatan warga Australia untuk menggunakan hak pilihnya. Pada 2016, jumlah orang yang tidak menggunakan hak pilih termasuk terendah di dunia, yakni sekitar 1,4 juta orang atau 0,9 persen.

Menjernihkan golputnya Gus Dur

Dalam proses kontestasi politik 2019, penulis menghormati apa pun sikap politik dan kecenderungan ideologi setiap orang untuk mendukung figur idolanya. Ini berarti, apa pun sikap politik harus dihormati, sepanjang tidak mencipta kerusakan dan menerabas hak-hak konstitusional orang lain.

 

Namun, penulis merasa perlu menghadirkan konteks sosial ketika Gus Dur bersikap golput pada Pemilu 2004. Pilihan sikap politik Gus Dur ini sering menjadi tameng beberapa kelompok untuk mendasarkan pilihan politiknya. 

Gus Dur memutuskan golput sebagai protes atas masifnya kecurangan, pemihakan, serta manipulasi yang dilakukan oleh KPU pada Pemilu 2004. Pada waktu itu, ada dua pasangan yang bertarung dalam pemilihan capres-cawapres, yaitu Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi, serta pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan M Jusuf Kalla.

Menurut Gus Dur, pada proses Pilpres 2004, terdapat banyak kecurangan yang ironisnya dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu. Gus Dur mengungkapkan, KPU melanggar hukum, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif, serta dua pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden.

Selain itu, Gus Dur juga mengkritik diamnya Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membiarkan pelanggaran hukum terjadi, meski ada desakan dari beberapa pihak untuk meninjau kesalahan serta kecurangan penyelenggara pemilu.

Dengan demikian, Gus Dur bersikap golput bukan tanpa dasar, bukan tanpa tujuan. Beliau memperjuangkan hak-hak warga negara untuk kelangsungan masa depan demokrasi. Jelas, Gus Dur menggunakan kaidah-kaidah serta prinsip yang kuat untuk menentukan sikapnya.

Menurut Gus Dur, apa yang diperjuangkan pada momentum politik menjelang Pilpres 2004, merupayakan gerakan moral.

“..sebuah sikap moral yang merupakan hak penulis (Gus Dur) sebagai warga negara, menurut tata hukum yang berlaku. Kalaupun penulis ditangkap karena bersikap demikian, maka berarti memang keseluruhan sistem politik kita sudah menjadi busuk dan kediktatoran atas nama ‘kedaulatan hukum’ menjadi ciri kehidupan bangsa secara keseluruhan,” ungkap Gus Dur dalam esainya Mengapa Saya Golput, yang ditulis pada 10 September 2004.

Sebagai sebuah sikap moral di tengah turbulensi politik, Gus Dur ingin memberi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, yang saat itu sedang bergairah seusai reformasi 1998. Warga Indonesia sedang memasuki era kematangan reformasi, enam tahun setelah runtuhnya dinasti Orde Baru.

Namun, Gus Dur kecewa dengan kenyataan bahwa reformasi "telah dicuri orang", reformasi tidak sesuai dengan cita-cita asalnya. Dari perlawanan terhadap kesewenangan ini, Gus Dur ingin memberi pelajaran berharga, agar warga Indonesia menjadi warga yang memiliki sikap dan berpendirian teguh, bukan menjadi ‘bangsa lunak’—sebagaimana kritik yang disampaikan Gunnar Myrdal dalam karyanya Asian Drama: an inquiry into the poverty of nations (1968).

Jelas sekali, bahwa Gus Dur memiliki dasar untuk bersikap golput, yang jika ditelaah sangat berbeda dengan kondisi 2019. Pada momentum Pilpres 2004, Gus Dur ingin mengajak bangsa Indonesia untuk merawat demokrasi, dengan menunjukkan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penyelenggara pilpres serta cedera-cedera hukum yang melingkupinya.

Hal ini sangat berbeda dengan Pilpres 2019, yang medan kontestasinya lebih terbuka bagi setiap pihak untuk memanen aspirasi politik dari pendukungnya. Tabik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com