Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Komitmen Penyelenggara Negara dalam Pelaporan Harta Kekayaan

Kompas.com - 15/04/2019, 08:46 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Di sisi lain, KPK berharap ketegasan berbagai pimpinan instansi terhadap wajib lapor yang terlambat atau tak melaporkan kekayaannya ke KPK.

KPK akan mengirimkan data kepatuhan wajib lapor LHKPN ke setiap instansi terkait. KPK memberikan catatan khusus kepada mereka yang terlambat atau tidak melapor harta kekayaannya.

"Kami akan kirimkan datanya ke instansi masing-masing. Jadi kami harap ada ketegasan kalau tidak patuh dengan aturan hukum yang berlaku, karena seluruh penyelenggara negara dan juga pegawai negeri itu punya kewajiban untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan," tegas Febri.


Paradigma lama

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengungkapkan, masih ada paradigma lama yang melekat pada penyelenggara negara dalam mengurus laporan kekayaannya.

"Terlihat sekarang dalam beberapa pemberitaan, KPK seperti meminta kepada penyelenggara negara ayo dong lapor LHKPN kepada kita. Nah ini kan sebenernya paradigma yang salah seharusnya setiap penyelenggara negara yang mana dia bertindak berdasarkan undang-undang dan LHKPN sudah diatur di undang-undang seharusnya itu dijadikan kewajiban hukum," kata Kurnia di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (14/4/2019).

Menurut dia, penyelenggara negara sudah sepatutnya patuh dan aktif dalam melaporkan harta kekayaannya. Sebab, pelaporan kekayaan merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara ke publik

Kurnia menegaskan, kewajiban pelaporan harta kekayaan merupakan amanat Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Selain itu, landasan pelaporan LHKPN juga sudah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016.

Sanksi administrasi yang tegas

Kurnia melihat sanksi yang ada saat ini masih bersifat administratif di berbagai instansi. Ia belum melihat adanya sanksi tegas yang konkret di setiap instansi bagi penyelenggara negara yang tak mengurus LHKPN.

"Ada persoalan penting sebenernya sudah menjadi legal culture di indonesia bahwa setiap orang akan tunduk pada satu peraturan jika peraturan itu mengatur lebih jauh tentang sanksi yang tegas," sambungnya.

Dari sanksi administratif, Kurnia berharap pimpinan berbagai instansi bertindak tegas, seperti menunda setoran gaji, promosi jabatan hingga pemecatan.

"Perlu ada sanksi administrasi yang tegas, misalnya penundaan gaji, penundaan promosi jabatan atau bahkan yang ekstrem bisa dibuat sanksi yang mengatur soal pemecatan bagi penyelenggara negara yang tidak patuh dalam laporan LHKPN setiap tahunnya," kata Kurnia.

Regulasi baru

Ia menilai perlunya pengaturan lebih lanjut soal sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang tak bisa mempertanggungjawabkan harta kekayaannya.

Hal itu dinilainya bisa dirancang oleh pemerintah dan DPR.

Menurut Kurnia, diskursus pemidanaan penyelenggara negara yang tidak jujur dalam pelaporan kekayaannya sudah muncul sejak keberadaan United Nations Convention Against Corruption tahun 2003.

"Itu sebenernya sudah mengatur tentang pemidanaan yang dengan isilah hukum disebut illicit enrichment, ada peningkatan harta kekayaan tidak wajar, maka harus bisa dibuktikan oleh penyelenggara negara. Jika tidak bisa dibuktikan, maka harta itu bisa dirampas oleh negara," kata Kurnia.

Misalnya, apabila ada peningkatan jumlah kekayaan yang signifikan dan mencurigakan, maka penegak hukum bisa menyeret orang itu ke meja hijau.

"Untuk membuktikan apakah peningkatan harta kekayaan itu diperoleh secara sah atau tidak. Ini menjadi perdebatan panjang terkait tidak adanya sanksi tegas yang diatur negara," kata dia.

Namun ia memandang ada kesulitan tersendiri agar aturan ini bisa dibentuk. Ia menilai masih cukup banyak pejabat di tingkat eksekutif dan legislatif yang tidak taat dalam pelaporan LHKPN.

"Ya, jadi akan sulit sebenernya, kendalanya saat ini adalah pembentukan undang-undang itu ada di ranah eksekutif dan legislatif. Dua lembaga itu kerap kali abai, ada yang belum melaporkan LHKPN," ujarnya.

Hal ini yang dinilainya membangun pesimisme tersendiri aturan baru itu bisa diciptakan. Padahal, aturan ini sudah diterapkan di sejumlah negara dan bisa menimbulkan efek jera. Salah satunya diterapkan oleh Australia.

"Di beberapa negara sudah mengatur misalnya di Australia, ini sudah mengatur soal illicit enrichment yang beneran mempunyai efek jera terhadap penyelenggara negara yang abai maupun yang bohong ketika melampirkan LHKPN," kata dia.

"Jadi kita tidak terlalu berharap banyak (di Indonesia) karena pihak yang mengatur regulasi itu pihak yang abai juga melaporkan LHKPN. Bagaimana kita bisa optimis mereka mengatur lebih jauh sanksi yang tegas?" sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com