Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantau Tahapan Pemilu di 5 Provinsi, Komnas HAM Desak Penuntasan Perekaman E-KTP

Kompas.com - 04/04/2019, 15:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemantau Pileg dan Pilpres 2019 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemantauan di lima provinsi, yaitu di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan.

Pemantauan itu dilakukan pada 18 hingga 29 Maret 2019 silam. Ketua tim pemantau, Hairansyah mengatakan pemantauan ini guna melihat kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2019 dalam perspektif HAM.

"Tim pemantau menemukan fakta lapangan terkait proses kepemiluan berdimensi pelanggaran HAM. Temuan Komnas HAM, di Kalimantan Tengah, baru 79 persen penduduk berusia 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki e-KTP atau sudah melakukan perekaman," kata Hairansyah di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (4/4/2019).

Hairansyah menyebutkan sejumlah temuan lainnya. Misalnya, di Jawa Timur, ada sekitar 4 juta orang yang belum memiliki e-KTP atau belum melakukan perekaman e-KTP.

Baca juga: Viral Video yang Tuding Jokowi Disiapkan Menang 57 Persen, Ini Kata KPU

"Sedangkan di Provinsi Banten ada sekitar 637 pemilih yang belum melakukan perekaman e-KTP," kata dia.

Sementara itu, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Amiruddin mengingatkan, agar pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk memastikan hak pilih warga negara yang belum memiliki atau merekam data e-KTP.

Menurut Amiruddin, pihak terkait seperti Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus proaktif membantu warga yang sudah punya hak pilih dalam menyelesaikan persoalan administratif.

"Di Indonesia itu syarat memilih itu, misalnya adalah dewasa, 17 tahun. Nah syaratnya kan hanya itu yang lainnya adalah syarat administratif yang merupakan kewajiban negara untuk menyediakannya. Nah ini kan dibalik-balik kita, e-KTP itu kewajiban negara untuk menyediakannya agar orang bisa menggunakan haknya gitu," kata dia.

"Bukan karena enggak punya e-KTP dia enggak bisa milih. Harus dicari jalan keluarnya. Karena masalah kayak gini terjadi terus di setiap Pemilu," katanya.

Amiruddin meminta pihak terkait dalam penyelenggaraan pemilu tak terpaku pada urusan administratif. Menurut dia, selama seseorang sudah memiliki hak pilih, negara harus menjamin hak tersebut terpenuhi.

Baca juga: KPU Jateng Janji Kekurangan 3,3 Juta Surat Suara Akan Terpenuhi Sebelum Pemilu

"Ini penting supaya jangan ada orang yang punya hak pilih tidak bisa memilih karena persoalan tertentu. Kami melakukan pemantauan bukan untuk menggantikan peran KPU, Bawaslu dan lainnya. Tapi ingin lebih jauh memperingatkan Pemilu itu harus berjalan secara baik," katanya.

Ia mengingatkan Pemilu 2019 akan mendudukan calon pemimpin yang mewakili masyarakat. Mereka nantinya akan menentukan arah kebijakan negara yang berpengaruh pada setiap individu warga negara.

"Kalau prosesnya karena masalah administratif sekian orang enggak bisa ikut memilih misalnya, kualitas dari kebijakan publiknya akan menjadi kurang baik juga nanti," kata dia.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum terus berusaha mengantisipasi adanya potensi kecurangan memilih dalam pemilu 2019 di luar negeri. Salah satu potensi manipulasi hak suara adanya dugaan ada calo suara dengan sistem pencoblosan via pos. Hal ini terjadi karena minimnya pengawasan di dapil luar negeri. Simak pembahasannya dengan sejumlah narasumber dalam Sapa Indonesia Pagi berikut ini. #CaloSuara #Pemilu2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com