Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Situasi Paling Akhir Jelang Coblosan

Kompas.com - 02/04/2019, 22:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


JUDUL ini saya sarikan dari wawancara saya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, seorang Jenderal TNI berbintang 4 yang menjabat di masa 4 Presiden: Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Jokowi.

Ia melewati masa-masa kritis negeri ini, mulai dari peralihan orde baru, awal pembentukan reformasi, hingga saat ini era post-truth.

Pertanyaan pertama yang saya ajukan padanya adalah, meski sempat melewati masa-masa sulit, apakah Pemilu kali ini adalah Pemilu yang paling berat?

Wiranto menjawab, iya.

Ini kali pertama dalam sejarah Indonesia pemilihan legislatif dan presiden dilakukan serentak. Pemilih memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan DPD, dalam satu waktu, satu bilik, dan satu orang.

Ini bukan hal mudah bagi pemilih dan hal yang baru pula bagi pelaksananya. 

Pelaku hoaks = teroris?

Selain baru pertama kali dilakukan, kegaduhan di dunia maya yang riuh-rendah juga menjadi tantangan bagi pelaksanaan Pemilu kali ini.

Terkait hal ini, saya bertanya soal pernyataannya yang mewacanakan hendak menjerat pelaku dan penyebar hoaks dengan Undang-undang Terorisme. 

"Terorisme itu ada yang fisik ada yang non fisik. Tapi kan teror. Karena menimbulkan ketakutan. Terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme," ujar Wiranto seperti dikutip Kompas.com.  Baca: Wiranto: Kalau Masyarakat Diancam dengan Hoaks untuk Tak ke TPS, Itu Terorisme

Saya bertanya, apa yang mendasari pernyataannya ini? Apakah kondisinya sudah sedemikian mengkhawatirkan sehingga ia menyamakan pelaku hoaks sebagai teroris dan dikategorikan setara dengan kejahatan luar biasa, terorisme, narkoba, dan korupsi?

Wiranto mencontohkan, "Saat ada hoaks di sebuah tempat umum, kemudian dikatakan ada bom di lokasi, yang membuat orang-orang lari tunggang-langgang karenanya. Dan ujungnya jatuh banyak korban karena panik, terinjak dan lain sebagainya.  Ini yang dikatakan bisa memunculkan korban dengan hal yang sama pada kejahatan terorisme!"

Sontak pro-kontra menyeruak. Bahkan Wiranto mengaku ada yang menyebutnya bodoh, meski tak sedikit pula yang mendukung.

Dalam wawancara dengan saya, ia mengatakan apa yang disampaikannya telah berhasil membuat rangsangan berpikir agar wacana ini didiskusikan, dipikirkan, sehingga ada terobosan menanggulangi kerusakan yang lebih parah dari serbuan raksasa berita bohong belakangan ini.

Antara PKI dan khilafah

Dari sini, saya maju bertanya tentang pelaksanaan Pemilu 2019. Bagaimana halnya dengan isu Partai Komunis Indonesia (PKI) dan khilafah yang menjadi trending topic mengiringi perjalanan Pemilu 2019?

Logiskah salah satunya dikatakan bisa menguasai Indonesia? Apakah keduanya bisa dikategorikan sebagai berita bohong atau fakta?

Soal PKI, saya bertanya, apakah itu masih ada di Indonesia?  Ia menjawab, “Ada atau tidak ada, maka harus tidak ada."

"Ada Peraturan dalam Tap MPR yang hingga saat ini masih berlaku dan melarang organisasi PKI. Itu akan menjadi pegangan bagi bangsa ini," kata dia.

TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI memang masih berlaku hingga kini. Ketetapan MPR tersebut mengatur tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham Komunis/ Marxisme-Leninisme.

Beranjak dari isu PKI, saya bertanya tentang isu khilafah di Pemilu 2019 ini. Adakah ia mengancam dan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengganti ideologi Pancasila?

Khilafah secara organisasi adalah nyata. Pemerintah telah melarang gerakannya. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung ide pemerintahan Khilafah dibubarkan melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sama seperti isu Komunisme, soal Khilafah Wiranto juga menjawab, "Tidak boleh ada organisasi manapun yang akan mengganti kesepakatan final, Pancasila!"

Menjawab tudingan Kivlan

Wawancara lengkap saya dengan Wiranto terkait hal ini ditayangkan lengkap dalam Program AIMAN yang tayang di KompasTV pada Senin, 1 April 2019.

 

Wiranto juga menjawab soal tudingan yang sempat dilemparkan Kivlan Zein, mantan Kepala Staf Kostrad. Kivlan menuding Wiranto berada di balik kerusuhan Mei 1998! 

"Saya mendapat amanat melalui Inpres Nomor 16 Tahun 1998 langsung dari Presiden (Soeharto), sebagai Panglima ABRI saat itu, untuk  melakukan segala upaya yang dianggap perlu, dalam posisi sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional," jawab Wiranto.

AIMAN mendapatkan eksklusif salinan Inpres ini. Isinya, memberi kewenangan kepada Wiranto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu termasuk peniadaan sumber-sumber gangguan dalam hura-hara Mei '98.

Saya bertanya, apakah Inpres itu mirip dengan Supersemar 1966? Ia menjawab, iya.

Wiranto menjelaskan, dengan wewenang demikian besar dalam posisinya sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional apapun bisa dilakukan termasuk mengkudeta pemerintahan.

"Negara sudah dalam keadaan tak tentu, dan pasukan berada di bawah komando saya, bisa dilakukan pengambilalihan kekuasaan, tapi tidak saya lakukan!"

Ia menambahkan, "Dalam teori (intelijen perang), salah satu cara untuk mengambil alih kekuasaan adalah menciptakan kerusuhan. Nah, kerusuhan ini sudah ada, lalu saya tidak mengambil kekuasaan, apakah logikanya masuk saya yang membuat kerusuhan itu?"

Ada jawaban Wiranto yang mengejutkan saat saya bertanya tentang pernyataan Mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono yang menyebut bahwa dalam Pemilu kali ini ada dua ideologi yang saling berhadapan yaitu Pancasila dan Khilafah. Simak dalam tayangan AIMAN.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam! 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com