Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KOMPAS MENJAWAB: Persatuan dan Masa Depan Republik, Itulah Komitmen Kami

Kompas.com - 26/03/2019, 07:26 WIB
Inggried Dwi Wedhaswary

Editor

Sumber

Redaksi Kompas menyelenggarakan rapat dua kali sehari, pagi dan sore. Pagi untuk mengevaluasi berita yang sudah terbit dan merencanakan berita esok hari, serta sore untuk menentukan berita mana dan dimuat di halaman berapa.

Kedua rapat dipimpin redaktur pelaksana atau wakilnya. Pemred menyelia rapat dan mengambil keputusan manakala ada beda pandangan atau jika ada berita yang rumit.

Ada juga rapat mingguan serta rapat dalam desk. Tiap bulan ada pertemuan dengan Ombudsman (beranggotakan orang luar dari berbagai disiplin ilmu) untuk mengevaluasi dan memberikan masukan kepada Redaksi Kompas. Dalam liputan penting yang menuntut keberimbangan, konten Kompas dikontrol oleh Litbang Kompas dan Ombudsman Kompas.

Kondisi yang ada saat ini sudah berbeda dengan era ketika pendiri Kompas Jakob Oetama aktif memimpin. Sekarang, pada generasi kepemimpinan ketujuh, ciri egalitarian makin nyata, pemred atribut riil, tetapi sosoknya bersifat primus interpares (yang pertama dari yang setara).

Itulah faktanya. Tentu Kompas tidak menafikan adanya aspirasi politik perseorangan karena ini hak yang dihormati dalam negara demokrasi. Namun, kebijakan redaksi adalah koridor yang merupakan produk kolektif, yang terpisah dari kecondongan politik individu redaksi.

Lebih penting amanatnya

Pada era pasca-kebenaran (post truth), orang ”memercayai apa yang ingin ia percayai”. Jadi, penjelasan panjang-lebar tentang fakta yang sebenarnya dari soal di atas bisa saja masih kalah dengan persepsi yang dianut insan post truth.

Akan tetapi, percayalah, satu hal yang tetap menjadi jati diri Kompas adalah kecintaan kepada Tanah Air. Memajukan demokrasi menjadi salah satu menu, tetapi selebihnya adalah visi Indonesia bermasa depan gemilang yang menjadi dambaan kami. Kesadaran akan cinta Tanah Air, melalui berbagai ekspedisi ke pulau terluar, ikut membangunkan kesadaran akan hidup di Busur Cincin Api, terus menjadi suluh yang tak akan pernah padam. Kompas menawarkan melihat Indonesia dengan pendekatan berbeda, melihat dari gunung api, dari sungai, dari bawah laut, yang menjelma dalam sejumlah ekspedisi.

Kompas tahu diri. Justru pada masa ketika industri media diterpa badai, waktu menjadi prioritas membereskan dapur, dengan harapan Kompas menjadi penyintas yang bisa jadi rujukan media di Tanah Air.

Bahwa hari ini Kompas berada dalam pusaran politik, hal ini sedikit pun tidak mengurangi komitmen Kompas terus membela kepentingan Republik. Dengan cara bagaimana? Kalau ”independen” bukan slogan yang pas lagi, pilihan Kompas adalah ”dengan cara kredibel” (bisa dipercaya).

Kompas bertekad menjadi suluh yang terus memandu bangsa mencapai cita-cita luhur menyambut 100 tahun Indonesia Merdeka dengan Visi 2045 yang kokoh. Inilah satu-satunya pilihan ketika kuasa besar di dunia sekarang sedang berlomba menjadi adidaya dalam kecerdasan buatan (AI), juga upaya menjadi pemenang dalam Revolusi Industri 4.0.

Dalam perspektif itulah kebersamaan dan persatuan kami pandang tidak kalah penting dibandingkan dengan kontestasi lima tahunan sekali, apalagi kalau dipenuhi dengan kabar tak benar. Kita tangkap gaung slogan harian Washington Post bahwa ”Demokrasi akan mati dalam kegelapan”.

Kompas menyadari, media arus utama diwacanakan bergerak dari media konvensional ke medsos. Akan tetapi, medsos adalah medsos, yang kebenarannya membutuhkan verifikasi. Lebih dari itu, yang lebih dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah adanya komunikasi yang tulus karena dengan itulah bangsa akan tumbuh menjadi bangsa yang luhur. Dalam kaitan inilah Kompas mengamini pesan Wapres Jusuf Kalla seperti dikutip pada awal tulisan ini.

Tulisan ini dimuat pada Harian Kompas, 26 Maret 2019, dengan judul "Persatuan dan Masa Depan Republik, Itulah Komitmen Kami"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com