JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natoesmal Oemar meminta Rapat Pleno pemilihan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) digelar secara terbuka.
Begitu juga dengan mekanisme voting jika proses musyawarah dalam rapat pleno tak mencapai mufakat.
Hal itu agar publik dapat mengetahui fraksi-fraksi mana saja yang memiliki sikap reformis dalam proses pemilihan.
"Selama ini kan memilih itu tertutup. Kita tidak tahu dan sekaligus kita paham mana-mana partai yang mempunyai sikap reformasi mana yang tidak. Kalau di bawah tangan ini kan kita tidak tahu," ujar Erwin kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
Di sisi lain, lanjut Erwin, masyarakat juga perlu mengawasi proses pemilihan agar calon hakim MK nantinya tidak memiliki persoalan terkait rekam jejak, kredibilitas dan integritas.
Erwin mengatakan, di tengah tahun politik dan jelang pemilu seperti saat ini, aspek integritas seorang hakim MK harus diutamakan.
"MK butuh orang yang berpikir reformis. Ketika kredibilitas dan integritas itu dipertanyakan, maka akan ada konflik yang berkepanjangan," kata Erwin.
Sebelumya, Rapat Pleno Komisi III DPR memutuskan akan menggelar pemilihan calon hakim MK pada Selasa 12 Maret 2019 atau setelah masa reses.
Komisi III bersama tim ahli telah melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 11 calon hakim MK.
Sebelas nama tersebut adalah Hestu Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriciada Azhari, Bahrul Ilmi Yakup, M Galang Asmara, Wahiduddin Adams, Refly Harun, Aswanto, Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta, dan Sugianto.
Ada dua calon hakim yang akan dipilih untuk menggantikan Wahiduddin Adams dan Aswanto. Diketahui Masa jabatan keduanya akan berakhir pada 21 Maret 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.