Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian Negara Triliunan Rupiah di Kotawaringin Timur Terkait Pemberian IUP

Kompas.com - 01/02/2019, 20:59 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP). Izin tersebut diduga dikeluarkan secara melanggar hukum kepada tiga perusahaan.

Adapun, tiga perusahaan yang mendapat IUP tersebut yakni, PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining.

"KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang berhubungan penerbitan izin usaha pertambangan di Kotawaringin Timur," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (1/2/2019). 

Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Kotawaringin Timur sebagai Tersangka

Menurut Syarif, setelah dilantik sebagai bupati pada 2010, Supian mengangkat teman dekatnya yang merupakan tim sukses sebagai direktur dan direktur utama PT Fajar Mentaya Abadi. Masing-masing mendapat jatah saham 5 persen.

PT Fajar Mentaya Abadi (FMA)

Menurut Syarif, pada Maret 2011, Supian menerbitkan surat keputusan IUP Operasi Produksi lahan seluas 1.671 hektare kepada PT FMA. Padahal, Supian tahu bahwa PT FMA belum memiliki dokumen perizinan seperti analisis dampak lingkungan (Amdal).

Sejak November 2011, PT FMA sudah melakukan kegiatan operasi bauksit dan ekspor ke China.

"Pada akhir 2011, gubernur Kalimantan Tengah mengirim surat agar PT FMA menghentikan produksi. Tapi tetap dilakukan kegiatan sampai 2014," kata Syarif.

PT Billy Indonesia (BI)

Pada Desember 2010, untuk memenuhi permintaan PT BI, Supian menerbitkan SK IUP Eksplorasi kepada PT BI. Pemberian itu tanpa lelang wilayah izin usaha pertambangan.

Menurut Syarif, sebelumnya PT BI tidak punya kuasa pertambangan.

Kemudian, pada Februari 2013, Supian menerbitkan SK IUP tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT BI, meski tanpa dokumen Amdal.

Selanjutnya, pada April 2013, Supiandi menerbitkan keputusan tentang izin lingkungan kegiatan usaha pertambangan biji bauksit oleh PT BI dan keputusan tentang kelayakan lingkungan rencana kegiatan pertambangan biji bauksit oleh PT BI.

PT Aries Iron Mining (AIM)

Pada April 2011, Supiandi menerbitkan IUP ekplorasi PT AIM tanpa proses lelang wilayah izin usaha pertambangan. Padahal, PT AIM tidak memiliki kuasa pertambangan.

Perbuatan Supian dalam menerbitkan izin-izin tersebut diduga telah merugikan negara Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar Amerika Serikat.

Baca juga: KPK: Bupati Kotawaringin Timur Rugikan Negara Rp 5,8 Triliun dan 711.000 Dollar AS

Syarif mengatakan, dugaan kerugian negara itu dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.

"KPK prihatin karena potensi sumber daya alam dikuasai sekelompok usaha. Ada sejumlah persoalan, mulai dari tidak bayar pajak, royalti dan tidak adanya jaminan reklamasi pasca tambang," kata Syarif.

Kompas TV Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Tjahjo menjadi saksi dalam kasus suap izin proyek Meikarta. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo diperiksa setelah Bupati Non Aktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin menyatakan diminta Tjahjo membantu proyek Meikarta. Neneng menjadi tersangka setelah ditangkap KPK menerima dana untuk pengurusan izin proyek kompleks hunian dan perkantoran Meikarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com