Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rombongan Peneliti LIPI Bertepuk Tangan Dengar Pimpinannya Diusulkan Dicopot

Kompas.com - 30/01/2019, 15:11 WIB
Jessi Carina,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Rombongan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah mengadukan pimpinannya, Laksana Tri Handoko, kepada anggota Komisi VII dan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Mereka bersemangat ketika anggota DPR mendukung mereka.

Atas aduan itu, anggota Komisi VII yang memimpin rapat aduan itu, Fadel Muhammad, menyimpulkan sudah banyak yang menginginkan Handoko berhenti dari jabatannya.

"Kami memang yang membidangi atau mitra kerja LIPI. Saudara Handoko kita sudah mengikuti dari dekat masalah yang dihadapi LIPI di bawah kepemimpinan beliau. Memang pro kontra cukup besar. Tetapi, hari ini sudah lebih banyak yang tidak mau lagi beliau memimpin LIPI," ujar Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/1/2019).

Baca juga: Datang ke DPR, Rombongan Peneliti Keluhkan Kepala LIPI yang Baru

Para peneliti LIPI yang mendengar itu langsung bertepuk tangan panjang. Ruangan menjadi riuh karena tepukan tangan itu.

Fadel kemudian melanjutkan bahwa mereka akan mengambil beberapa langkah.

"Kami akan panggil kepala LIPI untuk bicara di sini mengenai perubahan apa yang dia buat di sini dan menimbulkan kontroversi," ujar Fadel.

Selain itu, Komisi VII juga akan berbicara masalah ini dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengenai hal ini.

Adapun peneliti LIPI mengeluhkan kebijakan reorganisasi yang dilakukan Handoko. Salah satu profesor yang ikut mengadu adalah Syamsudin Haris.

"Ada masalah di dalam kebijakan reorganisasi dan redistribusi di LIPI yang dilakukan oleh kepala LIPI. Masalah-masalah itu diantaranya pembabatan sejumlah satuan kerja, pemecahan eselon II, penghapusan sejumlah eselon III, kemudian rencana dirumahkannya ratusan staf pendukung yang jumlahnya 1.500," ujar Syamsudin.

Syamsudin mengatakan, mereka bukannya menolak reorganisasi. Namun, pegawai LIPI berharap hal itu dilakukan secara bertahap.

Akibat kebijakan ini, banyak pegawai yang kehilangan pekerjaannya. Syamsudin mengatakan, kebijakan yang dilakukan tidak memperhatikan sisi kemanusiaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com