Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurul Imam
Analis Politik

Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting.

Membaca Makna Golput

Kompas.com - 29/01/2019, 13:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISTILAH "golongan putih" (golput) belakangan menyeruak lagi menjelang perhelatan Pemilu 2019. Penggunaan istilah tersebut secara umum dikaitkan dengan angka partisipasi alias penggunaan hak pilih dalam pemilu.

Secara sederhana, semua hak pilih yang tak terpakai selama ini disebut sama rata sebagai golput. Setiap kali pemilu digelar, golput selalu ada. Karena, angka partisipasi pemilu juga tidak pernah 100 persen.

Namun, sebenarnya golput tidak satu macam. Ada setidaknya dua jenis golput jika dilihat dari latar belakangnya. Kedua jenis golput tersebut juga memiliki makna politik yang berbeda, meski sama-sama disebut golput.

Jenis golput

Pertama, golput karena persoalan teknis. Misalnya, pemilih tidak bisa hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) karena sesuatu hal, termasuk memilih berlibur karena hari pemilu dinyatakan sebagai libur nasional.

Golput teknis lebih karena faktor persoalan apatisme politik. Mereka tidak mau ikut pusing dalam persoalan publik, termasuk politik yang sesungguhnya mempunyai dampak besar dalam urusan publik.

Kedua, golput yang dilakukan dengan kesadaran karena pemilik hak pilih menilai tidak ada kontestan yang pantas untuk diberi mandat.

Karena tidak ada kandidat yang layak, sikap politik golput dipilih sebagai protes terhadap pilihan kontestan yang terbatas.

Baca juga: JEO-Sekali Lagi, Jokowi vs Prabowo di Pemilu Presiden

Golput semacam ini kerap disebut golput ideologis, karena memiliki argumentasi yang kuat dan masuk akal.

Alasan golput ideologis bukan karena apatisme, melainkan karena kesadaran politik. Karena itu, hak politiknya untuk tidak memilih digunakan sebagai bentuk protes politik.

Tentu, penyebab golput ideologis bukan semata karena faktor kandidat yang dinilai tidak layak dan ideal untuk diberikan mandat, melainkan juga karena sistem politik kita yang membelenggu sehingga menutup kemungkinan tokoh alternatif untuk tampil dalam kontestasi.

Ketentuan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah pemilu nasional sebelumnya sudah jelas mengecilkan peluang munculnya tokoh alternatif.

Selain itu, bisa jadi memang ada konsolidasi oligarki politik yang makin menggumpal dalam dua kutub politik.

Sekilas sejarah golput 

Menengok sejarah, istilah golput baru muncul menjelang Pemilu 1971 yang dihelat pada 5 Juli 1971. Ini adalah pemilu pertama di Orde Baru. Peserta pemilu pada waktu itu mengerut dibandingkan pesta demokrasi sebelumya pada 1955.

Partai politik peserta Pemilu 1971 jauh lebih sedikit ketimbang Pemilu 1955. Ini karena beberapa parpol dibubarkan, antara lain Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Golput sejatinya merupakan sikap politik dalam merespons perhelatan elektoral atau pemilu. Sikap ini sebagai protes baik terhadap sistem maupun alternatif pilihan yang dipandang tidak ada yang kredibel untuk layak dipilih.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com